Selasa, 17 Mei 2011 By: sanggar bunga padi

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia

Kecelakaan pesawat terbang MA 60 milik Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang terjadi di Kaimana pada Sabtu (7/5) menunjukkan potret buram pengelolaan transportasi di Indonesia. Wajah buram ini, untuk kasus jatuhnya MA-60, ditengarai sejak proses awal pembeliannya, sehingga Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu melaporkan indikasi mark up harga dalam pengadaan pesawat MA 60 itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seperti dikutip Jurnal Nasional, Juru bicara Federasi, Tri Sasono meminta KPK menyelidiki dugaan kerugian keuangan negara senilai US$46 juta dalam pengadaan pesawat buatan China itu. "Ada unsur memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam dugaan mark up ini," kata Tri usai menyerahkan laporan pengaduan di gedung KPK.

Berbagai media juga mewartakan silang pendapat diantara pejabat negeri ini dalam mensikapi jatuhnya pesawat MA 60 buatan Xian Aircraft Company, China ini. Tak kurang anggota Komisi V DPR RI, Abdul Hakim, mempertanyakan standarisasi yang diberikan pemerintah terhadap produk Negeri Tirai Bambu itu, terkait dengan sertifikasi pendaftaran, sertifikasi standar awal, sertifikasi izin pengoperasian, serta sertifikasi izin pengoperasian lanjutan. "Yang perlu dipertanyakan adalah seberapa handalkah lembaga sertifikasi kita? Karena sebelum tahun 2006 lembaga sertifikasi kita di bawah standar internasional," ujarnya. Abdul pun menyarankan agar pesawat MA-60 saat ini dinonterbangkan dulu sembari dilakukan pengujian ulang. Kalau pemerintah sudah bisa menjamin sebelas pesawat MA-60 yang tersisa itu aman, baru diizinkan lagi untuk beroperasi.

Di sisi lain, Menteri Perhubungan, Freddy Numberi, menegaskan bahwa Pemerintah belum akan mencabut izin terbang pesawat buatan China terkait kecelakaan pesawat milik maskapai penerbangan Merpati Nusantara Airlines. Ia juga menampik keharusan pesawat yang beroperasi di Indonesia barus mendapat sertifikasi dari Federal Aviation Administration (FAA) atas kelaikan pesawat tersebut juga tidak diperlukan. "Tidak perlu (pakai sertifikasi FAA). Kenapa harus pakai (sertifikasi) Amerika, memangnya badan antariksa kita tidak bisa (mengeluarkan sertifikasi)? Eropa juga tidak ke Amerika. Anda tanya ke negara-negara Eropa, why don‘t you use American standard. They don‘t like American standard. Why, we have our own standard. Dan standar kita memenuhi International Civil Aviation Organization (ICAO)," katanya.

Ironisnya, anak-anak bangsa lewat PT Dirgantara Indonesia sudah memproduksi jenis pesawat yang semodel dengan pesawat MA 60 tersebut. Jenis pesawat yang semodel dengan MA 60 ini adalah jenis pesawat CN 235. Menurut kabar yang beredar, pesawat jenis CN 235 ini sudah dipakai oleh Amerika Serikat, Perancis dan Korea Selatan. Tak kurang Menteri Perindustrian, MS Hidayat, menyarankan agar MNA menggunakan pesawat produksi dalam negeri. Menurutnya, industri dirgantara Indonesia secara teknologi sangat memadai. Saat ini, terangnya, PT Dirgantara Indonesia sedang kebanjiran order pembuatan pesawat dari beberapa negara, diantaranya Korea dan Thailand. Korea dan Thailand mengorder pesawat jenis CN 235 ke Indonesia. Jadi industri dirgantara kita itu secara teknologi sebetulnya sangat memadai. Ia juga menyarankan kepada maskapai penerbangan Indonesia untuk menggunakan pesawat jenis CN 235 buatan Indonesia untuk penerbangan antarpulau. Transportasi antarpulau bisa dilayani dengan CN 235. Industri kita sangat memadai. Apalagi, kita juga sudah punya sertifikat FAA.

Melihat perbedaan pendapat tersebut, agaknya rakyat yang dibuat bingung. Saat anak-anak bangsa mampu membuat produk pesawat terbang yang diakui negara lain, tapi tidak digunakan oleh pemerintah sendiri, apalagi yang bisa dibanggakan oleh rakyat terhadap negara ini? Ah, aku jadi teringat puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia.

Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
Karya: Taufiq Ismail


I

Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini

II

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

III

Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,

Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.

IV

Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

1998

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...