Rabu, 28 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Soekarno: Apa itu REVOLUSI ?

"Apabila aku berbicara tentang negeriku, semangatku berkobar-kobar. Aku menjadi perasa. Jiwaku bergetar. Aku dikuasai oleh getaran jiwa ini dalam arti yang sebenar benarnya dan getaran ini menjalar kepada orang-orang yang mendengarkan." Soekarno.

Apa itu revolusi?
Aku akan menjawab: Sebuah hasrat untuk menuju peradaban yang lebih baik, terdorong dari peradaban yang kelam, Rasa penderitaan ini. Inilah yang disebut Revolusi..

Kita harus mengatasi prasangka kesukuan dan prasangka kedaerahan dengan menempa suatu keyakinan, bahwa suatu bangsa itu tidak ditentukan oleh persamaan warna kulit ataupun agama. Ambillah misalnya Negara Swiss. Rakyat Swiss terdiri dari orang Jerman, orang Perancis dan orang Italia, akan tetapi mereka ini semua bangsa Swiss. Lihat bangsa Amerika yang terdiri dari orang-orang yang berkulit hitam, putih, merah, kuning. Demikian juga Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam suku.,"Sejak dunia terkembang, para pesuruh dari Yang Maha Pentjipta telah mengetahui bahwa hanya dalam persatuanlah adanya kekuatan. Mungkin saya ini seorang politikus yang berjiwa romantik, yang terlalu sering memainkan kecapi dari pada idealisme."

Ketika orang Israel memberontak terhadap Firaun, siapakah yang menggerakkan kesaktian? Yang menggerakkan kesaktian itu adalah Musa. Nabi Musa ‘alaihissalam. Beliaupun bercita-cita tinggi. Dan apakah yang dilakukan oleh Nabi Musa? Nabi Musa telah mempersatukan seluruh suku menjadi satu kekuatan yang bulat.

"Nabi Besar Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam pun berbuat demikian. Nabi Besar Muhammad adalah seorang organisator yang besar. Beliau mempersatukan orang-orang yang percaya, menjadikannya satu masyarakat yang kuat dan secara gagah perwira melawan peperangan peperangan, pengejaran-pengejaran dan melawan penyakit dari jaman itu. "Saudara-saudara, apabila kita melihat suatu gerakan di dunia, mula mula kita lihat timbulnya perasaan tidak senang. Kemudian orang bersatu di dalam organisasi." Lalu mengobarkan Revolusi..! (Arie Sai Bhumi Swargantara)
Selengkapnya...

Selasa, 27 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Pola Asuh Ibu yang Relevan Sepanjang Masa

Menjadi orangtua di era digital rasanya lebih mudah dibandingkan masa lalu. Setiap kali kebingungan menghadapi perilaku anak atau remaja, Anda bisa mencari solusi melalui mesin pencari di internet. Seringkali, beberapa pola asuh sudah diterapkan sejak lama oleh para orangtua kita. Anda hanya perlu berkomunikasi dengan orangtua, mencari tahu bagaimana dulu mereka mengasuh Anda sebagai anaknya.

Kim Grundy, penulis portal SheKnows khusus pola asuh dan hiburan menemukan cara ibu mengasuh anak yang diterapkan sejak lama, dan masih relevan hingga kini. Pengalaman yang didapati Grundy dari ibunya:

1. Menciptakan tradisi keluarga
Saat kecil, pernahkah Anda dibuatkan perayaan ulang tahun oleh orangtua? dengan menggelar sebuah pesta atau acara sederhana. Cara ini adalah bentuk penghargaan orangtua terhadap anak-anak. Anak akan merasa dianggap spesial oleh orangtuanya, tatkala dilibatkan atau dibuatkan dalam sebuah acara untuk dirinya. Merayakan ulang tahun anak bisa menjadi salah satu cara menciptakan tradisi di rumah. Anda tak perlu membuat pesta besar-besaran dengan menghadirkan berbagai jenis hiburan. Cukup dengan membangun kebersamaan, tradisi keluarga sederhana yang dirayakan hanya oleh orangtua dan anak. Denga begitu, anak akan selalu merasa dihargai dan menanti momen kebersamaan atau tradisi dalam keluarganya.

2. Menjadi koki cerdik di rumah
Tak semua anak menyukai sayur atau buah, padahal makanan sehat ini dibutuhkan tubuhnya. Anda mungkin juga kesulitan memberikan makan sayur atau buah kepada si kecil di rumah. Dibutuhkan kreativitas ibu untuk mendapatkan solusi masalah ini, salah satunya cerdik menjadi koki di rumah.

"Ibu saya mencampurkan bumbu alami atau makanan sehat dalam setiap hidangan. Ibu berhasil menjadi koki cerdik di rumah," aku Grindy.

3. Memastikan anak terlindungi
Kesehatan dan penampilan menjadi perhatian khusus ibu kepada anaknya, bahkan untuk urusan sepele sekalipun. Mulai membangun kebiasaan minum susu dan vitamin, yang tentu saja bisa melindungi anak dari berbagai serangan penyakit. Hingga anjuran untuk tidak menyipitkan mata, karena terlalu sering menyipitkan mata di masa muda akan membuat kerutan bertambah saat usia bertambah.

Ibu juga paling rewel soal penampilan. Pernahkah dahulu, orangtua Anda mengeluhkan cara berpakaian Anda? Atau Anda saat ini sering mengeluh kepada anak remaja Anda tentang cara berpakaiannya? ini adalah bentuk perhatian ibu, yang ingin mengajarkan anak cara berbusana yang baik dan tepat sesuai acara. Saat dewasa nanti, kebiasaan yang dibangun sejak kecil ini memberikan manfaat bagi anak.

4. Membiasakan diri bersikap positif
Anak-anak belajar dari pengalaman hidupnya sejak kecil, termasuk perilaku orangtuanya. Jika orangtua memberikan contoh perilaku positif, anak pun akan mengadopsinya.

Dari pengalamannya, Grundy mendapati ibunya seringkali menebar senyum, berpikir baik agar hasilnya atau yang terjadi dalam hidupnya juga baik, dan selalu mengalahkan ketakutan. Perilaku orangtua yang positif akan direkam oleh anak dan menjadi contoh. Kebiasaan bersikap mental positif nyatanya dimulai dari orangtua, anak hanya akan mengekor saja.

5. Tegas untuk melindungi
Ketegasan orangtua diperlukan anak untuk melindungi dan membangun karakter anak secara lebih positif. Grundy merasakan manfaat dari pola asuh orangtuanya yang tegas dan tearah. Grundy tumbuh tanpa terbiasa menonton televisi atau fasilitas lain yang bersifat hiburan. Lantas apa yang dirasakan manfaatnya oleh Grundy saat ini? kebiasaan dan konsep pola asuh yang diterapkan orangtuanya mengajarkan banyak hal. Diantaranya, mendorong anak untuk kreatif dan berpikir selangkah lebih maju. Pembatasan yang dialaminya bukan tanpa maksud. Namun justru memberikan pembelajaran yang terasa manfaatnya di kemudian hari.

Anda punya pengalaman lain seputar pola asuh ibu sewaktu Anda kecil? pengasuhan yang dahulu tak disukai namun kini berbuah manis, karena Anda merasakan sendiri manfaatnya. (Wardah Fazriyati dan Erlangga Djumena)

Sumber:http://health.kompas.com/read/2010/12/28/14531471/Pola.Asuh.Ibu.yang.Relevan.Sepanjang.Masa#
Selengkapnya...

Jumat, 23 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Ibu, Perempuan yang Perkasa

Meski wacana tentang kesetaraan jender terus didengungkan karena dianggap belum menunjukkan respons yang sesuai yang diharapkan, sesungguhnya kehebatan perempuan sebagai ibu tidak pernah terbantahkan. Bahkan dalam komunitas tertentu, peran perempuan menjadi lebih dominant dibanding para lelaki. Di daerah tertentu ditemukan kenyataan bahwa penopang jalannya ekonomi keluarga dan masyarakat terletak pada kaum perempuan, terutama ibu-ibu yang menjadi “juragan” atau saudagar.

Yang menarik adalah bahwa komunitas tersebut dikenal sebagai komunitas yang kental akan keislamannya. Dan keadaan yang demikian telah berlangsung selama berpuluh tahun tanpa gejolak apapun. Artinya bahwa kemitraan antara lelaki dan perempuan tidaklah selalu tekstual bahwa lelaki adalah pemimpin bagi perempuan seperti tercantum dalam Qs. An-Nisa : 34. “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,” karena dalam Qs. An-Nahl : 97 Allah pun berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, kaka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Kata “qawwam” sendiri, menurut Prof. Quraish Shihab tidak selalu berarti pemimpin yang identik dengan laki-laki. “Seseorang yang melaksanakan tugas dan atau apa yang diharapkan darinya dinamai qa’im. Kalau ia melaksanakan tugas itu dengan sesempurna mungkin, berkesinambungan dan berulang-ulang, maka ia dinamai qawwam.” (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol 2, 404)

Islam mendorong perempuan untuk maju, sesuai dengan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk itu para lelaki memang harus memiliki pandangan yang luas dan ikhlas untuk dapat menghargai jerih payah perempuan merengkuh kemajuan dirinya. Tidak dapat dipungkiri, ibu adalah perempuan yang perkasa. Ia sering menjadi benteng terakhir dari eksistensi sebuah keluarga tatkala para lelaki di dalamnya tak mampu lagi berbuat.

Kita tentu amat prihatin melihat tayangan infotainmen di televisi, dimana ibu-ibu muda yang berupa artis-artis muda amat mudah bercerai dan meruntuhkan keluarganya sendiri. Mereka belum lagi mampu membuktikan sebagai perempuan yang perkasa dan terjebak pada sikap hidup pragmatis, serba ingin cepat selesai. Apakah ini akibat dari perangkap kelimpahmewahan dan pelonggaran moralitas wanita yang secara tak sengaja mengikuti penguatan peran perempuan di berbagai bidang?


Porsi untuk Perempuan

Islam sangat menghargai perempuan. Apalagi ia sebagai ibu. Banyak sekali riwayat yang menunjukkan betapa Rasulullah menghormati perempuan apatah lagi sebagai ibu. Ketika seorang pemuda bertanya kepada Rasulullah tentang orang yang paling harus ia hormati, Rasul menjawab “Ibumu” sebanyak tiga kali, baru “Ayahmu” satu kali. Nabi pun menyuruh agar seorang lelaki/pemuda menjaga ibunya di rumahnya karena syurga berada dibawah kedua kakinya. Terdapat pula hadis yang popular meski bernilai dha’if/lemah yang menyatakan bahwa “surga berada di bawah telapak kaki ibu.” (R. al-Qadla’i)

Dari berbagai riwayat yang ada yang ingin difokuskan adalah agar para lelaki, sebagai partner perempuan, memberikan perhatian dan porsi yang semestinya kepada kaum perempuan. Kemudian agar kaum perempuan sendiri menjadi perempuan yang kuat, ibu yang perkasa sehingga patut mendapat penghargaan yang tinggi. Bahkan dalam keadaan paling menyedihkan sekalipun, seperti dialami Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, salah seorang shahabat Nabi :

“Ketika anak Abu Thalhah meninggal dunia hanya Ummu Sulaim yang berada di rumah. Jenazah anak kecil itu lalu dibaringkannya di kamar dan diselimuti. Lalu ia mengenakan pakaian yang paling disukai Abu Thalhah, juga minyak wangi. Ketika Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim segera menyiapkan makan dan minum, lalu mereka berdua bersantap dengan nikmatnya. Sesudah itu mereka berdua masuk kamar dan Abu Thalhah mempergauli istrinya sebagaimana layaknya seorang suami kepada istrinya. Lalu Ummu Sulaim berkata kepadanya, “Aku heran melihat tetangga kita.” “Ada apa?” tanya Thalhah. ”Ia meminjam barang kepada tetangganya, dan setelah sekian lama barang itu diambil oleh pemiliknya, namun si peminjam berkeberatan mengembalikannya,” kata Ummu Sulaim. ”Ah buruk betul perbuatannyanitu,”komentar Abu Thalhah. ”Jadi apa yang semestinya ia lakukan?” tanya Ummu Sulaim pula. ”Ia mesti mengembalikan barang pinjaman itu kepada pemiliknya.” Sampai pada ucapan itu, Ummu Sulaim segera menjelaskan apa yang sebenarnya telah mereka alami. Katanya, ”Anakmu adalah barang pinjaman dari Allah, dan kini ia telah diminta kembali oleh-Nya.” Mendengar itu, Abu Thalhah memuji Allah dan mengucapkan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Besok paginya, ia menemui Rasulullah menyampaikan kematian anaknya dan bagaimana sikap Ummu Sulaim tadi malam. Mendengar itu berkatalah Rasulullah SAW, ”Ya Abu Thalhah, bergembiralah, Allah akan memberkahi pergaulan anda tadi malam.” Sungguh, sejak itu Ummu Sulaim mengandung anaknya dan lahirlah ’Abdullah bin Abu Thalhah. Demikian Anas bin Malik menuturkan. (Abu Na’im al-Ashbahani, Warisan Para Sahabat Nabi, 1986)

Merujuk pada spirit Ummu Sulaim yang amat tabah menghadapi bencana, maka benar bahwa kaum perempuan (Muslimah yang taat) patut mendapat penghormatan tiga kali lebih tinggi dibanding kaum lelaki. Allahu a'lam. (Zainul Arifin/Pontianak)
Selengkapnya...

Kamis, 22 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Menyimak Pola Asuh Anak di Negara Lain

Setiap bangsa punya cara unik dan khas dalam hal pengasuhan anak karena memang pola asuh anak erat kaitannya dengan budaya setempat. Psikolog sosial Susan Newman, PhD, penulis buku The Case for the Only Child, mengatakan, setiap pola asuh yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing bangsa punya sisi positif dan negatif.

Orangtua berkebangsaan China yang membesarkan anaknya di Amerika, bagaimanapun, akan dipengaruhi latar belakang budaya masyarakat China. Sebuah esai di Wall Street Journal menuliskan pola pengasuhan keluarga China cenderung keras tetapi tetap menunjukkan cintanya. Mentalitas masyarakat China yang pantang menyerah juga terlihat dalam pola asuh. Penulis esai tersebut mengatakan, orangtua tidak akan sungkan memberikan hukuman jika anaknya mendapatkan nilai A minus. Mereka cenderung menggembleng anak-anak dengan keras. Tujuannya agar anak berusaha sekuat tenaga mencapai hasil maksimal. Saat anak menunjukkan sikap tidak menghargai orangtua, anak-anak harus bersiap menerima omelan atau kritik tajam dari orangtuanya.

Ini adalah mentalitas masyarakat China yang diterapkan dalam pola asuh anak di mana pun mereka berada. Berbeda lagi dengan pola asuh keluarga di Amerika yang dikenal sangat terbuka. Tentunya setiap keluarga punya hak prerogatif untuk memberlakukan pola asuh terhadap anak. Namun, tidak ada salahnya mengenali baik-buruknya pola asuh sebagai pembelajaran.

Sebagai contoh, pola asuh di keluarga Amerika terbagi menjadi tiga kategori permisif, kekuasaan, menuntut perhatian. Masing-masing pola asuh ini punya sisi positif dan negatif. Namun, masih ada cara untuk menyeimbangkan kedua sisi ini.

Bersikap permisif
Positifnya, sikap permisif dalam merawat anak menumbuhkan penghargaan atas diri sehingga bisa membentuk rasa percaya diri anak. Anak menjadi lebih berani mencoba hal baru.

"Orangtua biasanya terlibat dalam diskusi terutama saat anak sedang berargumentasi mengenai suatu hal," kata Newman menggambarkan bagaimana orangtua bersikap permisif terhadap anak-anaknya. Membangun komunikasi terbuka justru membuat anak tahu mana yang baik dan benar, dan tidak menerka dengan pikirannya saja.

Negatifnya, orangtua cenderung sulit bilang tidak kepada anak-anak. "Orangtua di Amerika secara membudaya tak bisa bilang tidak," kata Newman. Hal ini tentunya tidak terjadi pada semua orangtua dengan pola asuh ala Amerika. Namun, sebagian besar dari mereka mengalami hal ini.

Sikap permisif membuat orangtua menjadi defensif dalam rangka melindungi anaknya. Saat anak gagal dalam tes di sekolah, sangat mudah bagi orangtua menyalahkan pihak lain, menyalahkan guru yang tidak berkualitas atau menganggap hasil tes tidak adil. Orangtua tidak menyadari bahwa anak perlu mengalami kegagalan untuk tahu caranya belajar menjadi sukses.

Solusinya, menurut Newman, tidak salah bersikap permisif, tetapi batasi pada situasi tertentu saja. Karena jika tidak, anak-anak akan memanfaatkan kesempatan untuk mengelabui Anda dengan sikap permisif tersebut. Tambahkan sikap permisif dengan memberikan motivasi kepada anak. Newman mencontohkan, tanyakan anak ada mengenai etos kerjanya, dan apa yang mendorongnya melakukan sesuatu. Anak juga memerlukan arahan tegas dari Anda.

Menunjukkan orangtua berkuasa
Positifnya, orangtua bisa memosisikan diri sebagai pihak yang patut didengar dan dihargai. Dengan menunjukkan siapa yang berkuasa, Anda sedang mengajarkan anak bahwa orangtua berkuasa dan bisa menolak, memerintah, bilang tidak atas permintaan yang berlebihan, termasuk juga mendapatkan penghargaan dari anak-anak.

Negatifnya, tidak semua anak bisa memiliki kemampuan dan kekuatan dalam menerima sikap orangtua yang tegas, kata Newman. Anda bisa memarahi dan bersikap tegas kepada anak untuk menunjukkan orangtua berkuasa. Namun, hanya lakukan sikap seperti ini saat memang anak sudah melampaui batas.

Solusinya, kenali lebih jauh karakter anak Anda. Sayangnya, banyak orangtua menyepelekan hal ini, kata Newman. Orangtua perlu mengenali mengapa anak malas, bukan lantas langsung memarahinya sesuka hati. Anda bisa bersikap keras dan tegas saat mengetahui anak-anak tidak menunjukkan usahanya untuk lebih baik lagi. Namun, Anda juga perlu memberikan dukungan dan motivasi saat anak-anak kesulitan menjalani sesuatu dengan hasil maksimal.

Bersikap menuntut dan terlalu berharap
Positifnya, menggantungkan harapan atau bahkan tuntutan kepada anak untuk memenuhi keinginan Anda boleh jadi membuahkan hasil maksimal. Namun, ini terjadi hanya jika anak merespons gaya pengasuhan seperti ini dengan positif. Umumnya, pola pengasuhan yang terlalu banyak menuntut anak ini menimbulkan masalah orangtua-anak, kata Newman.

Negatifnya, sikap orangtua yang terlalu menuntut anak, menggantungkan semua harapan kepada anak, hanya akan berujung pada masalah. Saat anak gagal dan tidak mampu memenuhi harapan orangtua, mereka yang berbudaya Timur akan marah dan memberikan sebutan tak mengenakkan kepada anaknya, seperti anak tak berguna, sampah. Lain lagi dengan orangtua dari budaya Barat. Mereka cenderung akan bersikap kasar yang sifatnya kekerasan fisik, seperti memukul, kata Newman.

Solusinya, orangtua perlu membangun kembali pola pikirnya. Caranya, menyeimbangkan ketegasan dengan kelembutan hati. Orangtua perlu tahu kapan harus bersikap lembut, tetapi berani bilang tidak, bersikap tegas, dengan tetap mengenali kebutuhan dan kemampuan anak menjalani berbagai tuntutan dalam dirinya. (Wardah Fajriyati)

Sumber:http://health.kompas.com/read/2011/01/14/11561472/Menyimak.Pola.Asuh.Anak.di.Negara.Lain#
Selengkapnya...

Selasa, 20 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Belajar Dari Pola Pengasuhan Anak di Jepang

Di sebuah shopping arcade di pusat kota Kyoto, saat sedang menikmati segelas cappucino sambil mengamati orang berbelanja, tiba-tiba saya dikejutkan suara keras tangisan anak kecil. Rupanya ada gadis kecil berumur 4 tahunan tersandung dan jatuh. Lututnya berdarah. Kami heran ketika melihat respons ibunya yang hanya berdiri sambil mengulurkan tangan ke arah gadis kecilnya tanpa ada kemauan untuk segera meraih anaknya. Cukup lama. Beberapa menit adegan ini berlangsung. Si ibu tetap sabar dan keras hati untuk menunggu anaknya menyelesaikan sendiri rasa shock dan sakitnya. Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya si gadis kecil mulai berusaha berdiri lagi, dan dengan bantuan kecil tangan ibunya dia kembali berdiri. Masih sambil terisak-isak ia pun berjalan lagi.

Dalam benak saya waktu itu, kok tak punya hati ibu si gadis kecil ini? Tega membiarkan anaknya dalam kondisi kesakitan. Ingatan langsung terbang ke Indonesia. Jika kejadian yang sama terjadi di Kota Jakarta ataupun Yogyakarta, saya yakin si ibu pasti akan langsung meraih dan menggendong untuk menenangkan anaknya.

Dari adegan itu, bisa kita bayangkan perbedaan cara pengasuhan anak Jepang dan anak Indonesia. Dari pengamatan saya selama hampir setahun tinggal di Jepang, anak Jepang cenderung dibiasakan dari kecil untuk mengatasi berbagai kesulitan sendiri, sementara anak Indonesia selalu disediakan asisten untuk mengatasi kesulitannya. Babysitter atau pembantu rumah tangga pun tidak ada dalam kebiasaan keluarga-keluarga di Jepang. Sebaliknya di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan lain-lain kehadiran mereka wajib ada sebagai asisten keluarga maupun sebagai asisten anak-anaknya.

Dalam sebuah studi perbandingan yang dilakukan oleh Heine, Takata dan Lehman pada tahun 2000 yang melibatkan responden dari mahasiswa Jepang dan mahasiswa Kanada dinyatakan bahwa mahasiswa Jepang lebih tidak peduli dengan inteligensi dibandingkan orang Kanada. Hal ini disebabkan orang Jepang lebih menghargai prestasi didasarkan pada usaha keras daripada berdasarkan kemampuan inteligensi. Artinya, bagi orang Jepang kemauan untuk menderita dan berusaha keras menjadi nilai yang lebih penting daripada kemampuan dasar manusia seperti inteligensi.

Dalam keseharian dengan mudah kita dapat menyaksikan mereka selalu berjalan dalam ketergesaan karena takut kehilangan banyak waktu, disiplin dan selalu bekerja keras. Suasana kompetitif dan kemauan untuk menjadi yang lebih baik (yang terbaik) sangat menonjol. Studi ini juga menemukan bahwa orang Jepang memiliki budaya kritik diri yang tinggi, mereka selalu mencari apa yang masih kurang di dalam dirinya. Untuk kemudian mereka akan segera memperbaiki diri.

Lain lagi Indonesia, yang saat ini terjebak dalam kesalahan umum di mana hasil akhir menjadi segala-galanya. Hasil akhir lebih dihargai dibandingkan usaha keras. Tengok saja kompetisi yang terjadi dari anak usia sekolah tingkat SD hingga perguruan tinggi untuk mendapatkan nilai kelulusan yang tinggi. Guru, orang tua maupun masyarakat umum selalu menekan anak untuk mendapatkan nilai kelulusan yang tinggi, sehingga mereka pun menghalalkan segala cara. Kita baca di koran polisi menangkap para guru karena berlaku curang dalam ujian nasional, sementara di tempat lain orang tua membeli soal ujian, siswa menyontek dan lain sebagainya.

Pola pengasuhan ini, pada gilirannya pasti berperan besar dalam pembentukan karakter anak dalam perkembangan berikutnya. Oleh karenanya, memberi kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk mengembangkan semua potensinya adalah satu prinsip dasar dari satu pola pengasuhan yang sangat baik bagi pembentukan karakter anak. Orang tua, asisten, atau pun orang yang lebih dewasa jangan mengambil alih tanggung jawab anak.

Sebagai contoh, beri kesempatan pada anak untuk belajar makan secara benar dengan tangannya sendiri sejak dia mampu memegang sendok. Jangan diambil alih hanya karena alasan akan membuat kotor. Atau beri kesempatan pada anak untuk menghadapi dunia sekolah pertama kali tanpa banyak intervensi dari pengasuh maupun orang tua. Memberi rasa aman pada anak memang penting jika diberikan pada saat yang tepat. Tetapi menunggui anak selama dia belajar di sekolah adalah pemberian rasa aman yang tidak perlu. Momen ini adalah momen penting bagi anak untuk belajar menghadapi dunia di luar rumah tanpa bantuan langsung orang-orang di sekitarnya.

Pengalaman anak merasa mampu menghadapi persoalan dengan kemampuannya sendiri akan menumbuhkan kepercayaan diri. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya membatasi diri hanya menjadi partner diskusi yang membantu anak menemukan berbagai kemungkinan solusi. Orang tua kadang harus berteguh hati membiarkan anak mengalami rasa sakit, menderita, dan rasa tertekan dalam isi dan porsi yang tepat, karena hal itu akan sangat baik untuk perkembangan mental anak.

Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang siap menghadapi tantangan hidup dan tidak mudah menyerah. Hargai anak bukan dari hasil akhirnya melainkan dari proses perjuangannya. Anak perlu diberi pembelajaran (dan juga orang tua perlu belajar) untuk bisa menikmati dan menghargai proses, meskipun proses seringkali tidak nyaman. (Dr. Christina Siwi Handayani, Staf Pengajar Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta)

Sumber:http://health.kompas.com/read/2008/09/26/0434318/Belajar.Dari.Pola.Pengasuhan.Anak.di.Jepang##
Selengkapnya...

Senin, 19 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Anda Tipe Orangtua yang Mana?

PADA umumnya ada 3 macam tipe pola asuh, yakni otoriter, permisif, dan demokratis. Pada pola asuh otoriter, orangtualah yang menentukan semuanya. Orangtua menganggap semua yang mereka katakan adalah yang paling benar dan baik. Anak dianggap tak tahu apa-apa. Orangtua tak pernah mendorong anak untuk mandiri dan mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan tindakan si anak. Orangtua hanya mengatakan apa yang harus/tidak dilakukan dan tak menjelaskan mengapa hal itu harus/tidak dilakukan.

Pola asuh yang permisif cenderung membiarkan anak berkembang dengan sendirinya. Orangtua tak memberikan rambu-rambu apa pun kepada anak. Yang ada hanyalah rambu-rambu dari lingkungan. Sedangkan, pola asuh demokratis menggunakan penjelasan mengapa sesuatu boleh/tidak dilakukan. Orangtua terbuka untuk berdiskusi dengan anak. Orangtua melihat anak sebagai individu yang patut didengar, dihargai, dan diberi kesempatan.

Dari ketiga pola asuh tersebut, menurut psikolog Ieda Purnomo Sigit Sidi, yang ideal ialah perpaduan ketiganya sehingga orangtua tahu kapan boleh membiarkan anak, kapan bersikap demokratis, dan kapan harus menggunakan hak prerogatif mereka sebagai orangtua. Misalnya, anak tetap ngotot melakukan sesuatu yang salah, padahal orangtua sudah memberi tahu dan menjelaskannya.

Nah, pada saat itu orangtua bisa bersikap otoriter karena anak belum tahu bahaya yang akan dihadapi bila ia melakukan perbuatan tersebut. "Kelebihan pengetahuan dan pengalaman orangtua inilah yang diharapkan bisa mengarahkan dan membimbing anak," ujarnya.

Apalagi dalam menghadapi zaman sekarang tanggung jawab orangtua menjadi jauh lebih berat. Orangtua harus lebih banyak lagi belajar, membaca, mendengar, dan melihat. Kalau tidak, akan ketinggalan dari anak. Karena itu, Ieda meminta orangtua untuk betul-betul melihat ke depan sehingga dalam merancang pendidikan anak bisa lebih bijaksana.

"Jangan terlalu terpukau oleh kemajuan teknologi sampai lupa bahwa anak adalah manusia yang bukan hanya mempunyai pikiran, tapi juga perasaan," tutur Ieda. Orangtua harus mengembangkan seluruh aspek-aspek perkembangan agar anak bisa menjadi satu pribadi yang kuat, baik dalam hal intelektual, emosional, dan sosial. (Hasto Prianggono)

Sumber: http://health.kompas.com/read/2008/08/21/11495165/Anda.Tipe.Orangtua.yang.Mana.#
Selengkapnya...

Sabtu, 17 Desember 2011 4 komentar By: sanggar bunga padi

Kisah Nyata: Ketika Sri Sultan HB IX Kena Tilang di Pekalongan

Kota batik Pekalongan tahun 1960-an menyambut fajar dengan kabut tipis, pukul 05.30, polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.

Persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman. Brigadir Royadin memandang dari kejauhan, sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju ke arahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya.

Saat mobil menepi, Brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.

“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat-surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca. Jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.

Perlahan, pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.

“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget, ia mengenali siapa pria itu. “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati. Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik, naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna.

“Bapak melangar verbodden, tidak boleh lewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lain adalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habis pikir, orang besar seperti Sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya dari Jogja ke Pekalongan yang jaraknya cukup jauh.

Setelah melihat rebuwes, Brigadir Royadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda larangan verboden di ujung jalan, namun sultan menolak.

“ Ya ..saya salah, kamu benar, saya pasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri Brigadir Royadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.

“ Jadi…?” Sinuwun bertanya, pertanyaan yang singkat namun sulit bagi Brigadir Royadin menjawabnya .

“Em..emm ..bapak saya tilang, mohon maaf!” Brigadir Royadin heran, Sinuwun tak kunjung menggunakan kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya. Jangankan begitu, mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Raja-pun beliau tidak melakukannya.

“Baik..brigadir, kamu buatkan surat itu, nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwun meminta Brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengan tangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidak memberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidak boleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depan hidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatah katapun yang keluar dari mulut Sinuwun menyebutkan bahwa dia berhak mendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.

Surat tilang berpindah tangan, rebuwes saat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada Sinuwun sebelum Sinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.

Beberapa menit Sinuwun melintas di depan Stasiun Pekalongan, Brigadir Royadin menyadari kebodohannya, kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepeda ontelnya mengejar sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudah menjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturan pada siapapun berhasil menghibur dirinya.

Saat aplusan di sore hari dan kembali ke markas, ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproses hukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.

Saat apel pagi esok harinya, suara amarah meledak di markas polisi pekalongan, nama Royadin diteriakkan berkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopoh menghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepala kantor.

“Royadin, apa yang kamu lakukan ..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopo heh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa, ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan ke kiri bolak balik.

“ Sekarang aku mau tanya, kenapa kamu tidak lepas saja Sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia, ngerti nggak kowe sopo Sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nada bicaranya.

“ Siap pak, beliau tidak bilang beliau itu siapa, beliau ngaku salah ..dan memang salah!” Brigadir Royadin menjawab tegas.

“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapa dia ..ojo kaku kaku, kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Ini bisa panjang, bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepala polisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.

Brigadir Royadin pasrah, apapun yang dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpah untuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg (keras kepala) kedengarannya.

Kepala polisi pekalongan berusaha mencari tahu dimana gerangan Sinuwun, masih di Tegal kah atau tempat lain? Tujuannya cuma satu, mengembalikan rebuwes. Namun tidak seperti saat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar, keberadaan Sinuwun tak kunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisi pekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikan rebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.

Usai mendapat marah, Brigadir Royadin bertugas seperti biasa, satu minggu setelah kejadian penilangan, banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengar dirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.

Suatu sore, saat belum habis jam dinas, seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan Soko dan memintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapa polisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengam selembar surat.

“Royadin….minggu depan kamu diminta pindah !” lemas tubuh Royadin, ia membayangkan harus menempuh jalan menanjak di pinggir Kota Pekalongan setiap hari, karena mutasi ini, karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .

“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.

“Bersama keluargamu semua, dibawa!” pernyataan komisaris mengejutkan, untuk apa bawa keluarga ketepi Pekalongan selatan, ini hanya merepotkan diri saja.

“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.

“Ngawur…Kamu sanggup bersepeda Pekalongan – Jogja? Pindahmu itu ke Jogja bukan disini, Sinuwun yang minta kamu pindah tugas kesana, pangkatmu mau dinaikkan satu tingkat.!” Cetus pak komisaris, disodorkan surat yang ada digengamannya kepada brigadir Royadin.

Surat itu berisi permintaan bertuliskan tangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja , sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akan menempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan meminta kepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tangani sri sultan hamengkubuwono IX.

Tangan Brigadir Royadin bergetar, namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaan orang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkan seluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak ingin meninggalkan kota ini .

“ Mohon bapak sampaikan ke Sinuwun, saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan, ini tanah kelahiran saya, rumah saya. Sampaikan hormat saya pada beliau ,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya!” Brigadir Royadin bergetar, ia tak memahami betapa luasnya hati sinuwun Sultan HB IX, Amarah hanya diperolehnya dari sang komisaris namun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korban ketegasannya.

Bulan July 2010, purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik. Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masih saja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yang berkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsip kepada keturunannya. Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masa baktinya, pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yang selalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .

Sumber: jogjakini.wordpress.com
Selengkapnya...

Jumat, 16 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Tak Mudah Asuh Anak di Era Digital

Psikolog terkemuka Elly Risman Musa Psi mengatakan pola asuh anak Indonesia yang hidup di era digital di tanah air lebih sulit ketimbang mereka yang tinggal di luar negeri seperti di Inggris.

Elly Risman Musa, yang juga staf ahhli Menko Kesra mengatakan hal itu dalam acara pertemuan bulanan Dharma Wanita Persatuan KBRI London, di ruang serbaguna KBRI London.

Dalam ceramah yang diikuti sekitar 30 anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI London, Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati ini mengatakan, anak Indonesia kini hidup dalam era digital yang dengan mudahnya mengakses berbagai media elektronik yang kadang mengandung unsur pornografi.

Penasihat Lembaga Pendidikan dan Pengembangan TK/TP Al Quran Jabotabek itu memberikan contoh di mana dengan mudahnya anak Indonesia bermain "games", internet, telepon genggam, televisi, vcd, serta komik dan majalah.

Untuk itu ia mengharapkan para orangtua bisa mengenali lebih dekat tentang apa saja yang menjadi tontonan anak dan juga "games" yang mereka mainkan.

"Banyak permainan yang memerlukan keterampilan lebih kompleks dengan tingkat kecekatan yang tinggi, ketimbang ’games’ yang tidak jelas arahnya," ujar pendiri dan komisaris PT Surindo Utama itu.

"Games" di abad 21 lebih menantang dan membuat anak kecanduan. Akibatnya anak menjadi kecanduan pathologis, apalagi sekarang anak dapat bermain "games" dan memilih karakter yang diinginkan, yang tidak ada di dunia nyata.

Padahal "games" mempunyai dampak negatif tidak saja bagi otak juga fisik yang membuat anak menderita RSI (repetitive strain injury), yakni berupa radang jari tangan/sindrom vibrasi lengan serta nyeri tulang belakang. Hal ini akan berkembang menjadi kecacatan, ujarnya.

Dampak lainnya berupa sinar biru yang dipantulkan layar monitor akan mengikir lutein pada retina mata yang akan berakibat degenerasi makula, ujar jebolan (S1) Fakultas Psikologi UI 1978 itu.

Ny Elly yang menjadi Special Student Departemen of Education, Florida State University, Tallahassee, USA, 1995 -1997 menyebutkan, yang lebih parah lagi dapat timbul penyakit Nitendo Epilepsi atau epilepsi forosensitif.

Nitendo Epilepsi yaitu serangan mendadak yang ditimbulkan oleh kilatan cahaya dengan pola tertentu. Sinar merah yang kuat akan membuat sinyal abnormal yang dikirim ke otak melalui retina membuat anak menjadi kejang.

Mengutip Profesor Graham Harding, ada empat permainan yang memicu epilepsi pada anak yaitu games mega manX, Super Mario Sunshine, Metroid Prime dan Mario Kart:Double Dash.

Sebelumnya, Penasihat DWP KBRI London Ny Risandrani Thamrin dalam sambutan tertulisnya mengharapkan anggota Dharma Wanita dapat berperan aktif terhadap aktivitas anak di rumah, termasuk dalam mengawasi mereka dalam mengakses internet.

Diakuinya, kemudahan anak mengakses internet memang tidak saja berdampak negatif, tatapi ada positifnya. Namun sebagai orangtua, seharusnya juga mengikuti perkembangan dan pergaulan anak, di antaranya dalam bentuk mengetahui teknologi yang mereka gunakan.

Kehadiran Ny Elly Rusman di Kerajaan Inggris adalah dalam rangka mengisi acara pada pertemuan keluarga Besar Islam Indonesia Britania Raya (Kibar Gathering) yang diadakan selama dua hari, 18-19 April di London.

Sehari sebelumnya, pengasuh kolom konsultasi keluarga dan seksualitas anak & remaja Harian Umum Republika itu, mengelar workshop mengenai parenting di Mushola Al Ikhlas, daerah Wimbledon yang bertema "Yang Penting Diketahui Orang Tua Seputar Pengasuhan Anak"

Workshop yang digelar Kibar, bekerja sama dengan pengajian Al Ikhlas London dan Jejak Daffodil Muslimah diikuti 25 orang, juga masyarakat Indonesia yang berada di kerajan Inggris melalui jaringan online. (Abdi Susanto)

Sumber:http://health.kompas.com/read/2009/04/20/21265981/Tak.Mudah.Asuh.Anak.di.Era.Digital.#
Selengkapnya...

Kamis, 15 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Anak Berperilaku Buruk? Salahkan Pola Asuh

Perilaku agresif terkadang lazim ditemui pada balita, namun jika perilaku tersebut masih bertahan sampai ia bersekolah TK atau SD bisa jadi ada yang salah dengan pola asuh ibunya.

Para peneliti dari Universitas of Minnesota, Amerika Serikat, menyebutkan pada umumnya pembawaan bayi adalah tenang. Tetapi pada satu masa di awal usia balita, anak bisa punya kebiasaan suka memukul. Sifat agresif itu mencapai puncaknya saat balita berusia 2,5 tahun, kemudian mereda.

Menurut teori, balita berusia 4 tahun lebih bisa dikendalikan dibanding balita usia 2 tahun, dan anak berusia 6 tahun berperilaku lebih baik dibanding rata-rata anak usia 4 tahun.

Namun pada kenyataannya ada anak-anak yang berperilaku sulit diatur. Menurut Michael Lorber, peneliti yang melakukan riset ini, ada sebagian anak yang tetap berperilaku agresif sampai ia berusia 6 tahun.

"Anak yang masih bersikap agresif di usia TK atau kelas 1 sekolah dasar berpotensi besar membawa sikap itu sampai besar," kata Lorber.

Padahal, literatur menyatakan anak yang agresif, seperti suka memukul atau melempar benda saat tantrum, cenderung bermasalah di sekolah, beresiko tinggi depresi, bahkan suka melakukan kekerasan pada pasangannya kelak.

Dalam penelitian yang dilakukan Lorber terhadap 267 ibu dan anak, diketahui bayi usia 3 bulan pun sudah bisa meniru. Jika sejak bayi si ibu bersikap kurang sabar atau suka mengomel, besar kemungkinan bayinya akan tumbuh menjadi anak berperilaku buruk.

Sikap agresif anak juga bisa timbul dari pengaruh sekelilingnya, seperti tayangan televisi atau video games. Namun, Lorber menjelaskan bahwa pola asuh bukan faktor tunggal dalam pembentukan perilaku anak karena ada juga pengaruh faktor genetik.

Walau begitu, ia menyarankan agar orangtua memberi contoh perilaku yang baik pada anaknya. "Mulailah sedini mungkin. Menjadi orangtua yang sensitif dan merespon kebutuhan sosial dan emosional anak sangatlah penting," katanya.(Lusia Kus Anna)

Sumber:http://health.kompas.com/read/2011/10/31/07445869/Anak.Berperilaku.Buruk.Salahkan.Pola.Asuh#
Selengkapnya...

Rabu, 14 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Terapkan Pola Asuh Sesuai Karakter Anak

Setiap ibu tentu ingin memiliki hubungan emosional yang dekat dengan buah hatinya. Salah satu cara untuk meningkatkan bonding adalah mempraktikkan gaya asuh yang sesuai dengan karakter anak.

"Dalam mengasuh anak-anaknya, terkadang ibu memberi stimulasi dan pendekatan yang belum tentu sesuai dengan kondisi anak. Para ibu juga banyak yang belum tahu gaya asuh mereka sendiri," kata Efnie Indrianie, M.Psi, psikologi anak dalam acara peluncuran Analisa Sidik Jari Cerdas Frisian Flag di Jakarta.

Irene F Mongkar, seorang pemerhati anak, mengatakan, karena ketidaktahuan para orangtua akan karakter anak, sering timbul kesalahpahaman dalam berkomunikasi yang bisa memicu rasa marah orangtua. "Banyak orangtua yang merasa kesulitan dalam proses adjustment dengan anaknya karena mereka tidak tahu tipe kepribadian masing-masing," katanya.

Analisa sidik jari (fingerprint test) menurut Efnie menjadi alternatif untuk mengetahui potensi dan karakter seseorang. "Analisis sidik jari bisa dipakai untuk mengetahui peta kerja otak yang berkaitan dengan potensi, karakter serta gaya belajar," kata psikolog dari lembaga PsychoBiometric Research ini.

Ia menambahkan bahwa metode analisa tersebut tidak diposisikan sebagai alat ukur yang bersifat mutlak. "Ini bukanlah alat tes psikologi seperti tes IQ," imbuhnya.

Sampai saat ini metode analisis sidik jari terus berkembang sehingga tidak ada metode yang bersifat baku dan final. Itu sebabnya Frisian Flag tahun ini kembali mengadakan analisa sidik jari kepada konsumennya dengan menambahkan beberapa penilaian.

"Tahun lalu hanya aspek gaya belajar dan soft skill-nya saja yang dilihat, tapi sekarang kami mencoba melihat potensi bakat dan tipe eksplorasi anak. Selain itu gaya asuh ibu juga bisa dilihat melalui analisa sidik jari ini. Jadi bukan cuma si anak yang dites, ibunya juga," kata Efnie.

Novita Angie, presenter yang juga ibu dua anak ini mengaku mendapatkan manfaat dari analisa sidik jari yang sudah dilakukannya, terutama ketika menghadapi anak-anaknya.

"Hasil tes anak sulung saya, Jeremy menunjukkan kalau ia termasuk anak yang termasuk tipe visual. Sehingga kalau ingin menyampaikan sesuatu padanya saya harus sambil menatap matanya. Kalau saya hanya mengomel atau bicara sambil teriak percuma karena tidak ada omongan saya yang masuk ke kupingnya," kata Angie. (Lusia Kus Anna)

Sumber :http://health.kompas.com
Selengkapnya...

Selasa, 13 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Pola Asuh Pengaruhi Kepribadian Anak

Bila Anda tidak ingin memiliki anak dengan perilaku buruk, kuatkan hubungan emosi Anda dengan si buah hati. Penelitian menunjukkan, anak yang diasuh dalam rasa aman dan kedekatan emosi yang erat dengan ibunya akan tumbuh menjadi anak dengan perilaku baik.

Analisa yang dilakukan Dr Pasco Fearon dari School of Psychology dan Clinical Languge Sciences terhadap 69 studi yang melibatkan lebih dari 6000 anak pra remaja, menunjukkan kualitas hubungan anak, terutama anak laki-laki dengan ibunya di masa kecil berpengaruh kuat pada pembentukan perilaku anak.

Anak yang besar dalam perasaan tidak aman dan kurang mendapat motivasi dan dukungan dari orang yang mengasuhnya, akan tumbuh jadi anak yang "tak bermasalah". Sebaliknya, anak yang merasa tidak dicintai, ditolak, dan kurang didukung, menjadi anak berperilaku buruk.

"Yang menarik adalah pola pengasuhan di masa kecil akan berpengaruh besar pada pola kepribadian dan perilakunya saat mereka dewasa," kata Fearon.

Selain itu, orangtua perlu menyadari bahwa orangtua adalah model bagi anak-anaknya. Sikap orangtua akan direkam dalam ingatan anak. Sikap orangtua terhadap rumah, keluarga, dan orang lain, terekam dengan baik dalam memori anak. Oleh sebab itu, mulailah menjadi orangtua yang patut ditiru. Sikap yang santun, berempati dan menghargai orang lain akan menjadi teladan bagi anak. (Lusia Kus Anna)

Sumber: http://health.kompas.com
Selengkapnya...

Senin, 12 Desember 2011 2 komentar By: sanggar bunga padi

Kopi Cegah Kanker Kulit

Bertambah satu lagi bukti yang menyatakan bahwa kopi, terutama untuk perempuan, berdampak positif untuk mencegah kanker kulit. Sayangnya, potensi tersebut tidak terlihat pada peminum kopi berjenis kelamin pria.

Wanita yang minum lebih dari tiga cangkir kopi setiap hari memiliki risiko 20 persen lebih rendah untuk menderita karsnimoa sel basal (basal cell carcinoma/BCC), jenis kanker yang pertumbuhannya lambat, dibandingkan dengan orang yang minum kopi satu cangkir dalam sebulan. Sementara itu pada pria penggemar kopi, risikonya hanya berkurang 9 persen.

Demikian menurut hasil studi yang dipresentasikan dalam konferensi American Association for Cancer Research International ke 10 di Boston, Amerika Serikat.

"Setiap tahunnya hampir satu juta kasus baru BCC ditemukan di AS. Faktor pola makan mungkin memiliki efek perlindungan yang kecil tetapi dampaknya besar untuk kesehatan publik," kata Fengju Song, dari departemen dermatologi Brigham and Women's Hospital and Harvard Medical School.

Data yang dipakai dalam penelitian Song ini berasal dari Nurse's Health Study yang mengikuti 72.921 partisipan sejak tahun 1984 sampai 2008 dan Health Professionals Follow-Up Study yang melibatkan 39.976 partisipan sejak 1986 sampai 2008.

Karsinoma sel basal merupakan jenis kanker kulit yang paling banyak ditemukan para para responden, yakni mencapai 22.786 kasus.Namun manfaat dari minum kopi tidak terlihat pada dua tipe kanker kulit, squamous cell carcinoma dan melanoma.

Karsnioma sel basal biasanya timbul pada kulit yang tidak terlindungi. Penyebab utamanya adalah paparan sinar ultraviolet matahari yang berlebihan secara berulang-ulang atau dari sinar lampu ultraviolet. Biasanya tumbuh terlokalisasi dan jarang menyebar.

Manfaat kopi sendiri terhadap pencegahan kanker bukan baru kali ini diketahui. Sebelumnya kopi juga dikaitkan dengan penurunan risiko kanker payudara, uterin, prostat dan kanker kolon. Namun, manfaat kopi tidak terlihat pada orang yang suka minum kopi dekafein. (Lusia Kus Anna)

Sumber: http://health.kompas.com
Selengkapnya...

Minggu, 11 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Malam Seribu Bulan

Sungguh saya menyesal tidak memberi uang recehan pada laki-laki tua yang menengadahkan tangannya sembari menatap saya dengan sorot mata iba ketika mobil yang dikendarai istri saya berhenti di traffic light, sepulang kami dari mengambil uang di Bank. Padahal di dalam mobil ada banyak uang recehan yang memang khusus disediakan istri saya untuk dibagi-bagi pada para pengemis di perempatan jalan. Rasa sesal itu terus menghantui selama perjalanan sampai saya tiba di rumah.

Malamnya saya tidak bisa tidur meski telah menelan beberapa pil tidur yang tentu saja sudah over dosis. Saya juga sudah mempraktekkan beberapa teori untuk mempercepat jatuh tidur; menarik nafas dalam-dalam lantas mengeluarkannya perlahan-lahan. Atau memejamkan mata rapat-rapat dan mengosongkan pikiran. Tapi semua itu ternyata tak membuahkan hasil. Bayangan laki-laki tua itu tak mau pergi dari benak saya. Terus berkelebat-kelebat di kepala saya sambil menengadahkan tangannya seperti memaksa saya agar segera menyerahkan sesuatu kepadanya.

Selama tiga malam berturut-turut saya sangat tersiksa oleh bayangan itu hingga keesokan harinya saya memutuskan untuk mencari laki-laki tua itu ke tempat di mana saya pernah ketemu dia dengan diantar istri saya. Meski begitu istri saya tetap tidak tahu maksud saya yang sebenarnya. Sejak mengalami kelumpuhan pada dua kaki saya empat tahun lalu, nyaris setiap bepergian, kemana pun saja, saya selalu diantar istri saya. Hanya sesekali saya menyuruh sopir pribadi. Saya merasa lebih aman jika yang mengemudi istri saya sendiri.

Tapi sampai di traffic light, saya tak menemukan laki-laki tua yang saya maksud. Mungkin laki-laki tua itu sudah pindah ke tempat lain. Karenanya saya menyuruh istri saya untuk keliling kota dengan alasan sekalian menunggu buka puasa. Istri saya tidak keberatan, malah tersenyum dan bilang, “Sejak kapan Papa suka jalan-jalan sore. Kayak anak muda saja.” Lalu tertawa. Saya ikut tertawa meski tidak sungguh-sungguh tertawa. Mata saya terus mengawasi setiap traffic light, setiap perempatan, setiap pertigaan bahkan setiap pinggir jalan.

Berpuluh-puluh bahkan mungkin beratus-ratus traffic light sudah saya lewati, tapi saya belum menjumpai laki-laki tua itu. Istri saya mulai curiga dan bertanya macam-macam. Dari pertanyaan yang nadanya cemburu sampai pertanyaan serius. Tapi saya tetap bungkam. Saya kemudian menyuruh istri saya memutar mobilnya, pulang.

Sampai di rumah, baru saya ceritakan maksud saya yang sebenarnya. Saya ceritakan juga bagaimana tersiksanya saya setiap malam oleh bayangan laki-laki tua itu. Bagaimana perasaan berdosa itu terus menghantui saya setiap malam. Mengejar-ngejar saya. Menguntit di setiap celah tarikan napas saya ke mana dan di mana pun saya berada. Istri saya kaget bukan main. Dari mulutnya terdengar desahan istighfar berkali-kali. Suaranya lirih namun menggetarkan. Saya yang berada di dekatnya ikut tergetar.
“Kalau begitu besok kita cari lagi,” kata istri saya kemudian sambil masuk ruang makan ketika terdengar adzan maghrib dari masjid. Langkahnya lesu tidak bersemangat. Sorot matanya redup seperti kehabisan tenaga.

Saya mendorong kursi roda mengikuti langkah istri saya dengan perasaan kosong. Hampa. Sampai di meja makan istri saya lebih banyak diam, seperti tak berselera menghadapi hidangan makanan ada di atas meja. Tangannya selalu gemetar ketika mengangkat sendok.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali, saya dan istri kembali mencari laki-laki tua itu. Kali ini istri saya turun di setiap perempatan atau pertigaan jalan, bertanya pada orang-orang yang ada di sekitar situ tentang laki-laki tua yang sebelumnya sudah saya gambarkan ciri-cirinya. Tapi dari sekian orang yang ditanya, tak ada seorang pun yang mengenali laki-laki tua itu. Bahkan sebagian mengatakan belum pernah melihat laki-laki dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan istri saya. Tapi kami tidak kecewa. Kami terus keliling kota mencari laki-laki tua itu. Bahkan istri saya sampai keluar masuk kampung-kampung kumuh.

Sepuluh jam lebih kami mencari tanpa henti, tanpa istirahat barang sejenak pun kecuali untuk shalat dzuhur dan ashar. Tahu-tahu hari sudah gelap. Lamat-lamat dari kejauhan terdengar adzan maghrib. Kami kemudian mencari masjid terdekat untuk buka puasa sekaligus shalat maghrib. Selesai shalat istri saya masih ingin terus mencari laki-laki tua itu, tapi saya menolak. Saya bilang pada istri saya bahwa pencarian bisa dilanjutkan besok pagi. Semula istri saya tidak setuju. Tapi ketika kemudian saya ingatkan bahwa di rumah ada seorang gadis cilik, yang tentu saja sedang menunggu kedatangan kami, baru istri saya mau pulang. Gadis cilik itu adalah Putri, buah hati kami satu-satunya.

Benar. Sampai di rumah, Putri memang sedang menunggu kedatangan kami di meja makan. Biasanya Putri akan cemberut atau malah marah-marah menyambut kedatangan kami karena tidak menemaninya buka puasa. Ternyata tidak. Putri tidak cemberut atau marah, sebaliknya justru tersenyum ceria. Wajahnya segar, matanya berbinar-binar.

“Sudah buka puasa, Put?” tanya istri saya sambil mendorong kursi roda saya.
“Sudah, tapi baru sedikit,” jawab Putri malu-malu.
“Kenapa baru sedikit?”
“Habis makanan Putri tadi sudah Putri berikan sama Pak tua.”
“Pak tua? Pak tua siapa?” saya penasaran.

Putri kemudian cerita bahwa sore tadi ketika sedang buka puasa mendengar suara ribut-ribut dari rumah sebelah. Iseng-iseng Putri keluar mengintip lewat lubang pagar. Di halaman rumah sebelah ia melihat seorang laki-laki tua berpakaian kumal, compang-camping, mengenakan kopiah hitam yang sudah pudar warnanya, dibentak-bentak dan dicaci-maki oleh pemilik rumah sebelah saat laki-laki tua itu minta segelas air putih.

Dan, ketika laki-laki tua itu melintas di depan rumah kami, Putri memanggilnya. Putri kemudian memberinya segelas susu miliknya berikut sepiring nasi lengkap dengan lauk-pauk. “Kata ustadz memberi buka puasa pada orang lain pahalanya besar. Seperti pahala orang berpuasa,” kata Putri saat mengakhiri ceritanya.

Saya dan istri mengangguk-angguk. Hati saya tiba-tiba bergetar hebat. Ciri-ciri laki-laki tua yang diceritakan Putri persis dengan laki-laki tua yang pernah saya jumpai di traffic light beberapa waktu lalu. Saya benar-benar terharu. Diam-diam saya bangga pada Putri.

Larut malam, entah jam berapa, saya dibangunkan oleh suara tangis keras dari rumah sebelah. Semula saya tidak ingin keluar karena badan saya capek sekali. Tapi setelah mendengar suara tangis yang semakin lama semakin bertambah keras disertai jerit histeris susul menyusul itu, akhirnya saya turun juga dari ranjang, lari keluar. Sampai di luar saya melihat tetangga kanan-kiri sudah berdatangan ke rumah sebelah.

“Ada apa, Pak?” tanya saya pada Pak Imron yang baru saja pulang dari rumah sebelah.
“Baru saja Pak Kosim kecelakan,” jawab Pak Imron pelan.
“Mobilnya menabrak pohon. Hancur.”

Saya terkejut. Tiba-tiba saya teringat cerita Putri tadi sore.
“Tapi ngomong-ngomong, kapan Pak Anwar sembuh?” tanya Pak Imron tiba-tiba berjalan menghampiri saya.
Saya bingung, meraba-raba tubuh saya. Tapi buru-buru saya sadar ternyata saya sudah bisa berdiri tegak dengan dua kaki saya sendiri. Dan ketika saya menengok ke belakang, ingin memberitahukan kabar gembira ini pada istri saya, saya lihat istri dan Putri sudah bersujud terlebih dulu di lantai ruang tamu.

“Oya, tetangga sebelah meninggal, Pak,” lagi ucap Pak Imron mengejutkan.
“Meninggal?” Saya kaget. “Innalillahi wa inna illaihi rojiuun…..”
Tiba-tiba mata saya berkaca-kaca. Tapi saya tidak tahu apakah saya sedih atau bahagia. Sebab kini saya sudah bisa berjalan.
Sementara suara tangis dari rumah sebelah kian terdengar histeris…

* Depok, 2006

Teguh Winarsho AS, lahir di Kulonprogo (Yogyakarta), 27 Desember 1973. Pernah mendapat kehormatan sebagai cerpenis terbaik se-Jawa Tengah versi Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto. Cerpen-cerpennya banyak menghiasi media massa, seperti Republika, Kompas, Horison, Media Indonesia, Koran Tempo, The Jakarta Post, Matra, Suara Karya, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Kedaulatan Rakyat, Bernas, Lampung Post,Bisnis Indonesia, Warta Kota, Pikiran Rakyat, Trans Sumatera, Jawa Pos,Surabaya Post, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Wawasan, Solo Pos, Annida, Sabili, Nova, Citra dll.
Tulisan-tulisannya dalam bentuk antologi bersama adalah Tamansari (Pustaka Pelajar, 1998), Aceh Mendesah dalam Nafasku (Kasuha, 1999), Embun Tajalli (Aksara, 2000), Bunga-Bunga Cinta (Senayan Abadi, 2003), Wajah di Balik Jendela (Lazuardi, 2003), Jika Cinta (Senayan Abadi, 2003), Pipit Tak Selamanya Luka (Senayan Abadi, 2003), Jalan Tuhan (Lazuardi 2004), dll. Kumpulan cerpen tunggalnya yang telah terbit, Bidadari Bersayap Belati (Gama Media, 2002), Perempuan Semua Orang (Arruzz, 2004). Kabar dari Langit (2004), Tato Naga (2005) dan novel Tunggu Aku di Ulegle, roman dan tragedi di bumi serambi Mekah (2005). Salah satu cerpennya masuk dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas tahun 2003. Sementara novelnya Di Bawah Hujan dimuat bersambung di harian Suara Pembaruan, edisi 10 April - 07 Juni 2000.
Selengkapnya...

Jumat, 09 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Lebih Sehat Kopi atau Teh?

Kopi dan teh sama-sama minuman yang sudah dikenal sejak berabad silam. Keduanya memiliki penggemar fanatiknya sendiri. Tetapi jika dibandingkan mana yang paling menyehatkan, kopi atau teh, jawabannya cukup sulit .

Sebagian besar memang kopi lebih menyehatkan tubuh. Kopi bukan hanya merangsang aliran darah ke otak dan mengurangi mood negatif, bukti ilmiah juga menyebutkan kebiasaan minum kopi bisa mengurangi risiko penyakit Parkinson.


Zat-zat yang terkandung di dalam kopi juga mengandung antioksidan kuat yang akan melawan radikal bebas dalam tubuh dan memperbaiki sel-sel yang rusak akibat ulah si radikal bebas. Seperti diketahui zat oksidatif dalam radikal bebas juga dikaitkan dengan terjadinya penyakit diabetes, artritis dan kanker.

Kopi terutama kaya akan antioksidan flavonoid. Komponen tersebut memiliki efek perlindungan terhadap penyakit kardiovaskular dengan cara mengurangi oksidasi kolesterol jahat (LDL). Dengan kata lain kopi akan membantu kita mengurangi risiko penyakit stroke dan serangan jantung.

Pada takaran yang normal kopi juga aman untuk ibu hamil. Sejauh ini belum terbukti kopi meningkatkan risiko keguguran atau pun risiko cacat bawaan pada bayi.

Meski kopi bisa meningkatkan aktivitas perut dan seringkali menyebabkan perut terasa tidak nyaman, tetapi di lain pihak kopi menguntungkan kesehatan saluran cerna. Kopi diketahui mengurangi kanker kolon dan kolorektal.

Bagaimana dengan teh? Kebanyakan orang mengonsumsi teh hitam, padahal teh hijau merupakan teh yang belum difermentasi dan bisa dikatakan adalah minuman paling sehat. Kandungan antioksidan polifenol dalam teh akan berkurang banyak ketika teh difermentasi.

Kesimpulannya, jika bicara tentang kopi dan teh hitam, maka kopi adalah pilihan yang sehat. Jika Anda penyuka teh hijau, maka minuman ini adalah pilihan yang jauh lebih sehat.(Lusia Kus Anna)

Sumber: http://health.kompas.com
Selengkapnya...

Manusia Versus Nyamuk

Meskipun manusia diciptakan Allah dalam keadaan paling baik dibandingkan makhluk Allah lainnya, namun keadaan itu tidak menghilangkan kelemahan manusia. Tidak ada manusia di dunia yang tidak punya kelemahan, karena Allah menciptakan makhluk-Nya dalam keadaan seimbang. Jika tidak ada kelemahan dalam diri manusia, maka ia tidak akan menjadi takut. Akan tetapi sangat banyak manusia yang sombong, seolah-olah dialah yang terkuat. Lantaran demikian, ia lantas bertindak buruk kepada orang lain yang dipandangnya lemah. Padahal Allah dengan tegas menyatakan dalam firman-nya bahwa sekali-kali manusia tidak dapat mencapai ketinggian langit ataupun menembus perut bumi kecuali dengan (kekuatan) ilmu, sedangkan ilmu yang dimiliki manusia sungguh terbatas. Tidak setiap manusia mempunyai kecerdasan otak sehingga mampu menguasai berbagai ilmu. Karena begitu canggihnya ilmu Allah.

Maka Allah sungguh tidak suka kepada orang-orang yang sombong, orang-orang kafir (mengingkari Allah), dan membuat bagi mereka perumpamaan dengan makhluk-makhluk Allah yang dalam pandangan manusia dianggap lemah. Misalnya : laba-laba, lalat ataupun nyamuk (Qs. Al Baqarah : 26)

Sarang laba-laba dalam surah Al ‘Ankabut dipakai perumpamaan oleh Allah untuk menggambarkan bagaimana lemahnya pelindung-pelindung selain Allah, yang diambil oleh kaum kafir untuk menandingi Allah. Begitupun tidak berharganya amalan kaum kafir dalam pandangan keimanan, karena ia tidak dilandasi keyakinan yang benar, Islam. Amalan-amalan itu ataupun pelindung-pelindung itu (mungkin juga isme-isme ciptaan manusia) walau terlihat indah, tidaklah kuat sama sekali. Ia akan mudah terhapus dan terhempas oleh tiupan angin.

Begitu pula dengan lalat. Senada dengan laba-laba, ia dipakai sebagai perumpamaan bagi yang tidak argumentatifnya kesombongan manusia yang tidak beriman kepada Allah Swt. Dalam Qs. Al-Hijr ayat 73 dinyatakan bahwa tuhan-tuhan palsu selain Allah itu bahkan membuat lalatpun tidak bisa. Dan jika ada sesuatu yang dirampas oleh lalat itu dari mereka, mereka pun tak dapat merebutnya kembali dari si lalat. “Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang dismebah,” firman Allah.

Nyamuk, makhluk yang terlihat lebih lemah lagi dari laba-laba dan lalat, juga digunakan Allah untuk memperlihatkan kelemahan manusia dan maha kuatnya Dia. Dalam Qs. Al-Baqarah ayat 26 dinyatakan bahwa Allah tidak segan membuat perumpamaan dengan nyamuk bahkan dengan yang lebih rendah dari itu, untuk menguji siapa-siapa yang percaya kepada Allah. Kaum mukmin percaya bahwa perumpamaan itu benar belaka. Kita menyadari betapa lemahnya manusia dan apa yang disembah selain Allah. Sedang orang-orang fasik, yang tidak memahami perumpamaan itu, tetap saja sombong dan membuat kerusakan di bumi.

Kenyataan kelemahan manusia kinipun menemukan momentumnya, misalnya pada mewabahnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk yang kita sangka sangat lemah itu, bergentayangan membawa petaka yang sebagiannya tak terhindarkan lagi berakhir dengan kematian korban. Nyamuknya sendiri mungkin hanya perantara, namun bibit penyakitnya ternyata tak kalah alotnya. Bila terlambat ditangani bisa fatal akibatnya. Obat mujarab (panacea) yang dibutuhkan untuk penyembuhan penyakit ini terus diusahakan oleh para ilmuwan, tetapi bukan berarti DBD akan sirna begitu saja. Sang nyamuk akan tetap ada. Yang bisa dilakukan paling banter adalah menghilangkan sarang nyamuk-nyamuk itu agar tidak berkembang lebih banyak dan mengobati secara dini orang yang terserang DBD.

Meski banyak penyakit belum ditemukan obatnya, tetapi sebagai orang beriman kita percaya bahwa Allah Swt akan membeirkan obat itu, entah melalui tangan siapa. Dengan demikian manusia bisa selalu berharap akan dapat menemukan obat itu dan dunia farmasi maupun kedokteran pun bisa maju. Nabi Ibrahim menegaskan kepada Fir’aun dan pengikutnya bahwa hanya Allah-lah yang berkuasa atas segala sesuatu, “Dan Tuhanku, Dia yang memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.” (Qs. Asy-Syu’ara : 79-80)

Kemudian dalam beberapa hadis, Rasulullah bersabda, “Mereka (para sahabat) bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah kamu berobat?’ Beliau menjawab, ‘Ya, wahai hamba-hamba Allah. Sesungguhnya Allah meletakkan penyakit dan diletakkan pula penyembuhannya, kecuali satu penyakit yaitu pikun.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Abu Dawud. Al-Albany mengatakan hadis ini shahih). “Allah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Mengingat betapa sesungguhnya kita ini lemah dalam banyak hal, maka alangkah baiknya bila kita bersungguh-sungguh melihat kelemahan itu sebagai bahan waspada. Sungguh benar bahwa lebih baik menjaga sebelum suatu penyakit datang, daripada mengobati setelah ditimpanya. Rasul bersabda, “Mohonlah kepada Allah keselamatan dan ‘afiat. Sesungguhnya tiada sesuatu pemberian Allah sesudah keyakinan (iman) lebih daripada sehat ‘afiat.” (HR Ibn Majah)

Kesombongan telah terbukti selalu mengundang bencana bagi manusia. Karena kesombongan menghilangkan kewaspadaan dan mengantarkan manusia pada kehancuran.
Penyakit-penyakit yang berjangkit sekarang ini mungkin menunjukkan kelemahan manusia secara fisik. Semoga hal ini tidak akan diperparah lagi dengan penyakit mental seperti amoralitas dan krisis kepercayaan. Allahu a’lam.(Zainul Arifin)
Selengkapnya...

Kamis, 08 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Karena Uang Mengalir Sampai Jauh

Negeri kita tak pernah reda oleh persoalan silang sengkarut uang yang nyangkut dimana-mana. Banyak institusi baik milik pemerintah atau swasta yang ambruk lantaran aliran uang yang tak jelas ke mana perginya. Bagai air, yang ditulis Gesang dalam lagu Bengawan Solo-nya, ternyata uang juga dapat mengalir sampai jauh. Bedanya, kalau air Bengawan Solo-nya Gesang jelas berakhir di laut, maka uang skandal BLBI atau Bank Century sekarang ini, belum jelas berakhir di mana. Mengapa persoalan uang ini menjadi persoalan yang senantiasa berulang?

Oya, tentu karena secara manusiawi setiap orang memerlukan uang. Bedanya, ada orang yang secara serakah mengumpulkan uang dari celah manapun. Dan ada orang yang sangat berhati-hati dengan perjalanan uang yang sampai di tangannya dan ke mana uang itu akan ia belanjakan.

Dalam buku “Renungan Tarikh” karya KHE Abdurrahman, dituliskan fragmen kehidupan Thawus yang kembali menjadi aktual sekarang ini.

Maa lii bihaa min haajatun’. “Bawa pergi dariku, tak ada keperluanku kepadanya,” kata Thawus. Kata-kata itu keluar dari Thawus bin Kaisan kepada utusan yang datang membawa bingkisan hadiah dari seorang penguasa yang memerintah negeri pada masa itu. Thawus menyuruh utusan itu untuk membawa kembali bingkisan yang dibawanya karena ia tidak mau menerimanya.

Thawus bin Kaisan adalah seorang ulama tabi’in yang pernah bertemu dan belajar kepada lima puluh orang sahabat. Ia seroang ulama yang teguh pendirian dan kuat imannya.

Bingkisan yang dibawa oleh utusan itu berupa 700 dinar uang emas, tidak kurang dari setengah kilogram beratnya.

Sekalipun sudah jelas-jelas Thawus menolak, tetapi utusan itu masih terus mencoba memaksanya agar mau neberima hadiah itu. Thawus tetap berkeras hati, tidak mau menerimanya. Utusan pun bersikeras, ia tidak mau membawanya kembali, ia minta agar Thawus tetap menerimanya. Akhirnya bingkisan itu dilemparkan oleh utusan tersebut ke suatu lubang yang terdapat di dalam rumah Thawus, kemudian barulah utusan itu pulang.

Thawus tidak mengambilnya, melainkan dibiarkan begitu saja. Dan ia tetap tajam lidah, bebas, tidak terikat, yang haq tetap dikatakannya haq, yang batil tetap dikatakan batil, tidak pernah berubah. Ia tidak dipengaruhi orang atau terpengaruh oleh situasi dan kondisi.

Sang penguasa heran melihat kelakuan Thawus tidak berubah. Bukankah hadiah sudah dikirim cukup memadai? Maka sang penguasa mengirim utusan lain untuk meminta Thawus mengembalikan uang yang pernah diberikannya. Akan tetapi alangkah terkejutnya utusan itu, sebab ketika diminta Thawus menjawab bahwa ia belum pernah menerimanya, menjamahnya dan membelanjakannya.

Utusan itu merasa tidak yakin sebab utusan yang terdahulu melaporkan bahwa uang telah disampaikan dengan baik. Tetapi Thawus tetap membantahnya. Singkat cerita, uang itu ditemukan di lubang dalam keadaan utuh. Tak sekepingpun yang hilang.

Jika diteliti sedikit cermat, cerita sogokan kepada Thawus agar tidak bersuara keras terhadap penguasa ini mirip cerita Anggodo Wijoyo yang mencoba menyuap pimpinan KPK melalui Ari Muladi dan kemudian uang lenyap di ‘tangan’ Yulianto yang masih misterius. Penyuap berkeinginan agar perkaranya berhenti dengan menyuruh seseorang memberi segepok uang yang diduga sebagai suap (risywah dalam istilah Islam). Namun uang itu juga akhirnya tidak sampai ke tujuan. Mengalir jauh entah berakhir di mana. Kasusnya terlanjur merebak menjadi pertikaian “Cicak versus Buaya”.

Kekisruhan soal uang biasanya memang tak jauh dari suap, gratifikasi, korupsi, dan manipulasi. Tatkala ‘tahta’ dunia dipandang sebagai kebutuhan yang mengungguli integritas pribadi, maka banyak jalan ditempuh orang bahkan jalan yang tidak sah sekalipun.

Sogokan, suap, hadiah kepada pejabat publik ataupun pada pihak yang berwenang dalam Bahasa Arab disebut dengan risywah. Al Jurjani, sebagaimana dikutip DR. Setiawan Budi Utomo dalam bukunya ”Fiqih Aktual”, melihatnya sebagai pemberian yang diberikan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu yang haq atau membenarkan yang batil. Jika perkara risywah sudah merebak di masyarakat, maka tidak heran jika tatanan kehidupan hukum dan sosial pun menjadi berantakan.

Padahal banyak hadis yang melarang orang terlibat dalam perkara suap menyuap ini. Dan sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, seharusnya perkara suap ini dapat dieliminasi sedemikian rupa menuju pelenyapan yang permanen. Nabi mengatakan, “Sebaik-baik harta yang halal, berada pada tangan seorang yang saleh.” (HR Al Bukhari)

Kerusakan negara akibat suap karena menimbulkan perasaan suka yang tidak pada tempatnya, yakni dari seseorang yang semula tidak membutuhkan menjadi membutuhkan bahkan seringkali menjadi sangat tergantung kepadanya. Masing-masing bisa saling menjebak dalam perkawanan yang dipenuhi tipu muslihat. Maka Nabi mengajarkan do’a, ‘Ya Allah! Janganlah Engkau jadikan orang yang zalim mengutangkan budi atasku, sehingga aku mencintainya.” (HR Ad Dailami, dari Mu’adz dan Abu Musa).

Orang yang zalim adalah orang yang berbuat tidak sesuai tempatnya. Tidak selalu orang yang keji dan kejam dengan bersenjatakan pedang atau parang. Tetapi juga orang yang bersenjatakan uang, dan dengan sengaja mengelabui orang lain untuk keuntungan dirinya. Karena uang dapat mengalir sampai jauh dan mempengaruhi dengan halus ataupun kasar.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata kepada uang yang menggodanya, “Ghirri ghairiy. Ma li bika haajatun!” Wahai harta haram, godalah yang lain, aku tidak membutuhkanmu!
Allahu a’lam.(Zainul Arifin)
Selengkapnya...

Rabu, 07 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Mendidik Anak Bukan Dengan Teror

Dalam beberapa hari terakhir ini, tayangan berita di televisi yang bisa mengharu biru nurani anak dan orangtua cukup marak. Misalnya berita tentang penculikan anak, penelantaran anak oleh orangtuanya, pembunuhan anak, dan teror anak oleh berita-berita perihal kasus orangtuanya. Untuk hal yang terakhir, kita coba berempati dengan anak-anak kandung para artis yang bermasalah, anak-anak dari Cut Tari, anak-anak dari Ariel, anak-anak dari Krisdayanti, dan artis lainnya. Jika kita menempatkan diri pada posisi sang anak, niscayalah berita-berita dan infotainment di televisi itu meneror mental mereka. Kita tidak mencampuri masalah orangtua mereka, tapi kita prihatin dengan perkembangan mentalitas anak-anak mereka. Ada artis yang seolah-olah merasa tidak ada beban dengan penayangan kasus mereka yang bertubi-tubi di televisi. Seolah-olah mereka tak ada hubungan lagi dengan anak kandung mereka. Bahkan ada seorang ibu kandung, seorang artis yang sedang bermasalah, mempertontonkan kemesraan dengan kekasihnya. Baca : kekasihnya, bukan suaminya.

Tanggal 23 Juli setiap tahun dicanangkan oleh Pemerintah sebagai peringatan Hari Anak Nasional. Peringatan ini untuk terus-menerus memberi penyadaran kepada seluruh masyarakat bahwa persoalan anak harus mendapat perhatian yang serius. Sebagai bagian penting sebuah keluarga, anak-anak adalah warisan orang tuanya yang akan melestarikan silsilah keluarga dan karenanya perlu mendapat perlakuan dan pendidikan yang memadai. Ia harus diselamatkan dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat kelak. Allah berfirman dalam Qs. At-Tahrim ayat 6 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang, bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan (malaikat itu) selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."

Dalam ayat ini, Allah mengingatkan agar orang tua menjaga anak dan keluarganya dari perbuatan-perbuatan yang melanggar larangan Allah. Allah menyuruh kepada orang tua agar anak-anak kita diajari ilmu-ilmu agama. Sebab salah satu hal yang menyebabkan orang masuk neraka adalah karena mereka tidak mengenal agama, tidak mau melaksanakan perintah Allah dan bahkan melanggar larangan Allah.

Setiap orangtua wajib mengajarkan agama kepada anak-anak dan keluarganya. Jika kita tidak dapat mengajarkan ilmu agama, maka diperintahkan untuk belajar kepada orang lain. Pada lembaga pendidikan keagamaan, atau mengaji al-Qur'an kepada para kyai, ustadz atau mengundang guru privat. Anak yang lemah imannya, jelas akan mudah diombang-ambingkan oleh keadaan zaman. Dia tidak mampu tegar dalam menghadapi segala macam godaan iman. Ia mudah tergelincir dan tersesat dari jalan kebenaran.

Orangtua yang tidak mengarahkan anak-anak dan ke¬luarganya untuk beribadah kepada Allah, dia akan berdosa. Dan ikut menanggung dosa yang dilakukan keluarganya itu. Rasulullah bersabda dalam hadis yang ditakhrij oleh Al-Baihaqy dalam Syu’ab al-Iman (j.6/No. 8658), "Kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah: 1. Memberi nama yang baik, dan 2. Membaguskan akhlaknya/membaguskan pendidikannya.” Sedang dalam riwayat Al-Hakim, "Kewajiban orangtua terhadap anaknya adalah: 1. memberi nama yang baik, 2. membaguskan akhlaknya, 3. mengajarkan baca-tulis al Qur'an, 4. mengajar renang (ketrampilan) , 5. memberi makan dengan harta yang halal, 7. menikahkannya jika si anak telah layak menikah dan sudah ketemu jodoh."

Memberi pendidikan kepada anak merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab setiap orangtua. Sungguh berdosa orangtua yang tidak membekali pendidikan dan iman yang kuat kepada anak-anaknya, termasuk kepada istrinya dan anggota keluarga lainnya. Di dalam hadis shahih riwayat An-Nasa'i dan Ibnu Hibban dari Anas, Rasul bersabda, "Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap pemimpin tentang anggota yang dipimpinnya, apakah dipelihara atau disia-siakannya, sehingga seorang lelaki akan ditanya tentang bagaimana ia mendidik keluarganya."

Dalam perihal pendidikan anak, Abu Dzar ra. menceritakan, "Suatu hari saya duduk-duduk di sisi Nabi. Tiba-tiba datanglah Hasan dan Husain. Keduanya menaiki bahu kakeknya (yaitu Rasulullah). Kala itu Rasul sedang membicarakan sesuatu kepada kami. Usai Rasul bicara, beliau menyuruh keduanya untuk turun dari bahunya. Bertepatan dengan itu, datanglah Ali bin Abi Thalib. Ternyata kedua anaknya itu memperlihatkan sikap takut, lalu turun dari bahu Rasul. Melihat itu, Rasul bertanya ke pada kedua cucunya, "Kenapa kamu turun?" "Kami takut sama ayah," jawab mereka.

Lalu Ali mendatangi kedua anaknya itu, sambil memperingatkan "Sopan santun lebih baik bagi kamu berdua. Sopanlah kepada kakek."

Mendengar peringatan itu, lalu Rasul bersabda: "Wahai Ali, janganlah kamu bersikap keras kepada Hasan-Husain. Sebab keduanya adalah buah hati, hiburan jiwaku."

"Sam'an wa tha'atan, baik ya Rasul," jawab Ali. Nabi bersabda lagi, “Wahai orang-orang Islam, siapa saja yang diberi anak, maka baginya wajib mengajarkan sopan-santun dan mendidiknya. Sebab, siapa yang mengajar anak-anaknya dan mendidikkan sopan santun, maka Allah memberi syafa'at berkat anaknya itu. Tapi siapa yang membiarkan anak-anaknya bodoh, maka setiap dosa yang dilakukan anak-anaknya itu, orangtua ikut menanggungnya."

Peringatan Hari Anak Nasional ingin memberi penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang anak agar tidak salah didik dan mematikan potensi yang dimilikinya. Dan pada gilirannya kita akan mampu menumbuhkan generasi-generasi yang lebih unggul daripada kita hari ini, untuk masa depan yang makin maju. Allahu a’lam. (Zainul Arifin)
Selengkapnya...

Selasa, 06 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Tidak Beragama Lebih Mahal

Ada dua point pokok yang hendak kita renungkan lewat tulisan ini. Pertama, bahwa kita harus beriman dan menyembah Allah Swt sepenuh keyakinan agar tidak merugi dalam kehidupan. Kedua, keyakinan penuh itu sangat perlu dalam kaitan bahwa menjadi betul-betul beragama (to be religious) ternyata ongkosnya lebih murah dibandingkan tidak beragama atau sekadar mempunyai agama (to have a religion). Sebuah kata bijak menyatakan, "agama atau beragama membutuhkan biaya, tidak beragama membutuhkan biaya lebih besar lagi."

Dalam kehidupan kita yang kian sulit, niscaya menjadi ujian bagi keimanan kita masing-masing dan keimanan masyarakat luas pada umumnya. Jika dalam Al Qur'an Allah Swt menyuruh kaum muslim untuk berislam secara totalitas, tidak setengah-setengah, nyatanya tidak semua mau melaksanakannya. Dalam Qs. Al Hajj ayat 11-13 dituliskan firman Allah swt. "Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah swt. dengan berada di tepi (tidak dengan penuh keyakinan), maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh sesuatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (kembali kafir). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Ia menyeru selain Allah swt. Sesuatu yang tidak dapat memberi mudharat dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh. Ia menyeru sesuatu yang sebenarnya mudharatnya lebih dekat, daripada manfaatnya. Sesungguhnya yang diserunya itu adalah sejahat-jahat penolong dan sejahat-jahat kawan."

Firman Allah ini mengecam orang-orang yang mengaku beriman namun tidak meresap di dalam hatinya dan selama itu pula ia tidak menambah pengetahuannya tentang agama dan memperdalam keimanannya. Ia mencukupkan diri sebagai orang Islam marginal, orang yang beragama secara pinggiran. Hal itu bisa terjadi lantaran merasa terlalu sibuk dengan urusan dunia, atau takut dianggap sebagai umat Islam yang militan. Seperti firman Allah swt. tadi, "mereka tetap dalam keadaan begitu selama memperoleh kebaikan, selama memperoleh keuntungan." Kebaikan atau keuntungan di sini bersifat duniawi.

Sementara keimannannya tidak maju-maju, jika ditimpa bencana, ia akan mudah berbalik menjadi kafir. Ia merasa Allah swt tidak memperhatikannya. Maka ia lari ke dukun-dukun atau kepada hal-hal supranatural yang dianggapnya mujarab menyelesaikan kesulitan hidupnya. Banyak orang yang demikian bukan saja menjadi sesat hidupnya, bahkan hanya menjadi bulan-bulanan dukun yang didatanginya. Karena "yang diserunya (selain Allah swt.) itu adalah sejahat-sejahat penolong dan sejahat-jahat kawan."

Point kedua tulisan ini bahwa tidak beragama membutuhkan biaya lebih mahal dibanding orang yang beragama, dapat dengan mudah dibaca dalam kasus di muka. Yakni orang-orang yang karena beragama secara marginal atau bahkan tidak beragama sama sekali (atheis) maka ia menanggung ongkos yang besar dalam hidupnya. Berupa kegelisahan jiwa (batin), kehampaan makna dalam kehidupannya. Mereka mudah ditipu oleh dukun-dukun palsu, iming-iming hadiah yang tidak masuk akal dengan lebih dahulu menyetor uang lumayan mahal, atau tergelincir ke tindak asusila dan penyalagunaan obat terlarang.

Jika hal itu sudah terjadi, maka biaya yang dikeluarkan akan sangat mahal. Penyalagunaan NAZA yang telah melanda segala usia baik di kota maupun di desa, sangat memprihatinkan kita. Apa yang terjadi kemudian adalah: kehidupan yang meminta ongkos sangat mahal. Bukan saja ongkos sosial dengan rusaknya tatanan pergaulan, juga ongkos meterial dengan berhamburnya uang jutaan rupiah guna memenuhi ketergantungan pada narkoba itu.Untuk menyembuhkannya -- jika sadar kelak -- juga sangat mahal dan melelahkan lahir batin. Inilah gambaran betapa bahaya dan mahalnya sebuah kehidupan tanpa agama atau ketika agama sekedar dipakai sebagai identitas statistik. Padahal jika seseorang mau beragama secara benar dan konsekuen, ia bisa hidup lebih tenteram.

Untuk mengobati kegundahan hati, kita bisa berzikir dan berdo'a kepada Allah swt, tanpa keluar biaya. Gratis. Untuk mempertebal keimanan, kita membaca Al Qur'an. Gratis. Untuk berobat, kita bisa membaca Basmalah atau surat Al Fatihah, sembari berupaya secara medis. Gampang dilihat, orang-orang yang hidup dalam tuntunan agama secara benar akan merasakan hidup yang lebih tenang, tidak mudah panik dan merespon perubahan secara wajar. Maka sungguh benar Allah swt, yang menyuruh kita mengamalkan Islam secara totalitas, tidak setengah-setengah, tidak marginal. Salah satu sisi buruk kehidupan manusia adalah: serigkali ia mengerjakan apa yang ia tidak mengerti.

Semoga dengan berpuasa Ramadhan pada tahun ini kita benar-benar dapat beragama secara lebih baik, lebih mendalam sehingga mendapatkan kebahagaiaan dalam hidup. Nafsu-nafsu yang dapat menjerumuskan kita ke lobang kehancuran dapat kita singkirkan seiring kemampuan kita menahan pemenuhan kebutuhan fisik berupa makan, minum dan hasrat seksual di siang hari. Allahu a’lam. (Zainul Arifin)
Selengkapnya...

Senin, 05 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Lomba Menulis Surat untuk Ibu

Setiap tanggal 22 Desember, masyarakat Indonesia memperingati Hari Ibu. Awalnya, peringatan Hari Ibu ini ditujukan untuk mengenang semangat para perempuan Indonesia yang berjuang untuk merdeka sekaligus memperbaiki kondisi bangsa. Hari ini, Hari Ibu diperingati sebagai wujud kepedulian akan besar dan pentingnya peran ibu yang dengan perasaan tulus ikhlas mengasuh dan membimbing dan membesarkan anak-anaknya dengan sebesar-besarnya cinta dan kasih sayang.

Bahwa wujud kepedulian dan cinta kita kepada ibu harus dilakukan setiap harinya, adalah benar belaka. Kita tidak boleh mengejawantahkan cinta dan kepedulian kepada ibu hanya pada hari itu saja. Dalam setiap degup jantung kita hendaknya selalu maujud cinta dan kasih sayang kepada ibu. Barangkali, penetapan hari ibu oleh pemerintah ini disamping alasan historis juga  sebagai bentuk penghargaan negara akan pentingnya keberadaan ibu dalam membentuk karakter dan kepribadian setiap anak, yang pada gilirannya diharapkan dapat terbentuk pula kepribadian dan karakter bangsa. Dalam pikiran positif kita, setiap ibu dapat dipastikan melakukan peran tersebut dengan sepenuhnya tanggung jawab dan ketulusan cintanya.


Banyak hal yang bisa dan biasa dilakukan untuk memperingati Hari Ibu ini. Dan, Sanggar Bunga Padi memilih sebuah lomba menulis surat untuk ibu, sebagai wujud ekspresi terima kasih dan rasa syukur atas cinta dan kasih sayang ibu tersebut.

Lomba Menulis Surat untuk Ibu ini diperuntukkan bagi siswa SD dan SMP, dengan kategori: Siswa SD kelas 1 - 3 untuk Kategori A; siswa SD kelas 4 - 6 untuk Kategori B; dan siswa SMP untuk Kategori C. Adapun persyaratannya: (1) Naskah harus karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan; (2)Naskah ditulis dengan tulisan tangan dengan panjang tulisan untuk Kategori A sebanyak 1 (satu) halam folio, Kategori B sebanyak 1,5 halaman folio, dan Kategori C sebanyak minimal 2,5 halaman folio; (3) Sepuluh (10) terbaik dari masing-masing kategori akan diterbitkan menjadi buku; (4) Juara 1 - 3 masing-masing kategori berhak mendapatkan Piala, Piagam dan Bingkisan Buku; (5) Naskah dengan dilampiri biodata pribadi dan pada sudut kiri atas amplop ditulis kategori lomba yang diikuti, diterima paling lambat tanggal 22 Desember 2011 (cap pos) ke alamat: SANGGAR BUNGA PADI dengan alamat DOBANGSAN RT 19 RW 09 GIRIPENI, WATES, KULON PROGO, DI YOGYAKARTA 55612.

Sedangkan pengumuman pemenang akan dilaksanakan tanggal 1 Januari 2012. Dewan Yuri pada lomba ini adalah Teguh Winarsho AS (seorang cerpenis dan novelis), Didik Komaedi (seorang penulis sekaligus pendidik/guru), dan Nining Sunartiningsih, SS (seorang aktivis perempuan).
Selengkapnya...

Minggu, 04 Desember 2011 0 komentar By: sanggar bunga padi

Negeri Para Pemburu

Oleh: TEGUH WINARSHO AS
“AKU TAKUT melihat perang, darah dan kematian,” katanya pada suatu hari saat jalan raya menjelma hujan batu dan kobaran api. Langit menjadi lebih merah. Udara pengap meruap anyir darah. Ia lari tunggang langgang menyelamatkan diri. Mencari tempat untuk bersembunyi. Tapi para serdadu itu terus memburu sembari menggenggam senapan dan pentungan kayu. Melempar gas air mata dan juga batu. Mata mereka nyalang, berkilat, seperti menyimpan belati. Membuat ia ketakutan setengah mati seperti dikejar-kejar sekelompok mummi.

“Apakah yang salah dengan sejarah?” ia menggumam satu pertanyaan saat berhasil menyelinap masuk ke dalam sebuah rumah kosong mirip gudang dekat jembatan. Rumah tua dengan jendela-jendela lebar berjeruji besi hitam berkarat dan lantai cokelat. Atapnya kereopos penuh sarang laba-laba. Juga puluhan tikus saling berkejaran, berdenyit-denyit meruap bau selokan. Membuat perutnya mual mau muntah. Tapi ia sangat letih, menyandarkan punggungnya yang ringkih pada tembok kusam. Wajahnya sayu oleh debu. Matanya kuyu. Rambutnya kusut terburai acak-acakan.

“Sejarah perlu dicatat bukan cuma diingat. Tapi kenapa kalian memburu, memukul dan menembak?!” lagi ia mendesah lirih. Mengusap wajah pasi. Mencoba menenangkan diri. Di luar matahari hampir terbenam dan gelap mulai merayap. Sebentar lagi malam akan segera tiba. Malam yang nyaman untuk istirahat dan barangkali juga sedikit bercinta — sekadar memberi kecupan mesra pada orang-orang tercinta. Tapi suara-suara tembakan ke udara itu masih terdengar keras. Berdentum-dentum memekak telinga. Juga deru panser yang sesekali melintas. Membuat setiap orang merasa was-was. Merasa hidup tak pernah bebas.

“Mungkinkah aku datang di kota yang salah?” merinding ia mengusap sepercik noda darah di lengannya. Sedikit anyir seperti damir busuk. Tapi jelas itu bukan darah miliknya. Lengannya tidak luka. Juga anggota tubuh lainnya. Entah darah milik siapa. Mungkin darah orang-orang yang kepalanya tertimpuk batu saat ingin menyelamatkan diri. Atau darah Jane, temannya yang baru datang dari Perancis dua hari lalu saat jatuh menabrak tiang listrik, lututnya sobek. Atau darah Bram, pemuda asal Aceh yang hobi fotografi dan suka mengenakan rompi.

Pelipis Bram retak dipukul tongkat kayu. Darah segar berleleran memenuhi wajah Bram hingga wajah cokelat itu tampak memerah. Bram tak sempat melolong. Dengan cepat tubuhnya terhempas di jalan aspal. Ia sebenarnya ingin menolong Bram tapi para serdadu itu keburu datang menyerang. Mereka persis kawanan serigala liar yang baru lepas dari kandang. Ia tinggalkan Bram yang terkapar di pinggir jalan, lari sekuat tenaga menyelinap di antara orang-orang.

“Bram hanya mencatat, tapi kenapa kalian pukul?!” tiba-tiba ia mendengus. Lalu meludah. Sejak tadi mulutnya memang terasa pahit seperti habis menelan kaos kaki. Kepalanya sedikit nyeri.

Bosan berdiri, ia berjalan menghampiri jendela mengintip jalan raya. Jantungnya mendadak berdebar. Jalan raya selalu mengingatkannya pada kehidupan yang hiruk pikuk, keras dan kejam. Dalam remang tampak para serdadu masih berjaga-jaga. Memanggul senapan menenteng pentungan kayu.

“Bram mungkin mati…” desisnya. Nafasnya longsor. Tenaganya raib. Ia terduduk lemas menatap langit-langit atas. Ada lentik api pada bola matanya saat menatap lurus ke atas. Tapi lentik api itu tiba-tiba meredup kembali. Sesekali tubuhnya menggigil gemetar persis seorang pengidap busung lapar. “Tapi aku tak butuh makan!” ia membatin mengencangkan ikat pinggang. “Aku hanya ingin hidup dengan tenang!”

Malam kelam tapi deru panser masih terdengar menderu-deru di jalan. Juga raungan sirine melengking-lengking membuat malam tambah mencekam. Ia sebenarnya ingin keluar mencari Bram atau menemui Jane, tapi ia takut jika dihadang moncong senapan. Ia tak ingin mati di tangan para serdadu yang pongah dan congkak, — merasa bangga jika berhasil menghantam kepala orang. Puh! Ia tak ingin mati di tangan mereka.

“Apakah Jane juga dipukul?” Pertanyaan itu membuat kepalanya semakin nyeri. Bagaimana pun ia merasa bertanggungjawab atas keselamatan Jane karena ia yang menyuruh Jane datang. Selain itu, ia juga merasa berdosa karena terlalu berlebih-lebihan. “Datanglah ke negeriku dan kau akan melihat orang-orang yang ramah dan pemurah! Ini negeri ajaib, Jane. Tanahnya subur penduduknya makmur. Bahkan tongkat ditanam pun bisa tumbuh dan berbuah. Kau pernah dengar negeri seperti itu, Jane? Tak ada lain itu hanyalah negeriku. Datanglah, Jane. Datanglah…” Ya, ya, ya, ia ingat, lewat telepon, kalimat-kalimat itu meluncur deras dari mulutnya satu minggu sebelum kedatangan Jane. Tapi Jane kelihatan masih ragu dan ia terus meyakinkan.

“Tenanglah, Jane. Sudah tidak ada lagi kerusuhan sejak penguasa diktator itu tumbang. Kerusuhan hanya omong kosong masa lalu belaka. Orang-orang di sini kembali ramah dan pemurah seperti dulu. Kau tak perlu takut mati kelaparan sebab orang-orang dengan senang hati akan memberi makan. Kau cukup membawa tiga ribu franc dan kau bebas melenggang. Harga-harga di sini sangat murah dengan kualitas terjaga. Apakah ada negeri yang lebih indah selain negeriku, Jane? Jawablah?”

Dan mulut Jane bungkam tak mampu menjawab. Jane justru menutup teleponnya lalu sibuk menekan angka-angka menghubungi maskapai penerbangan, memesan tiket. Satu minggu kemudian Jane datang dengan senyum mengembang. Matanya kuntum-kuntum mawar merekah. Rambutnya berkibar-kibar merah. Dan ia masih ingat kalimat apa yang pertama kali keluar dari mulut Jane saat menuruni tangga pesawat. “Ini benar-benar luar biasa. Seperti di surga…”

Malam kian larut. Dingin memeluk. Ia tak kuasa menahan kantuk. Tertidur dalam posisi duduk. Sementara jalan raya mulai lengang. Hanya gelap membentang. Hanya sunyi meradang. Tak terdengar lagi deru panser memburu setiap kerumunan orang. Atau sirene meraung-raung memekakkan gendang telinga.
***

IA BARU bangun saat cahaya matahari menampar mukanya lewat celah atap rumah yang bolong. Matanya mengerjat silau. Wajahnya berkelopak hangat. Ia menggeliat resah, menggosok-gosok mata, meraba sekujur tubuhnya, sekadar memastikan bahwa semalam para serdadu itu tidak memergoki dirinya lalu memperkosa. Tidak. Pakaiannya masih tertutup rapat meski sedikit kusut lesai. Juga tas ransel warna abu-abu masih teronggok di lantai.

Ia berdiri ingin meninggalkan rumah itu. Tapi pada saat bersamaan terdengar derap langkah kaki puluhan orang mendekat. Semakin dekat. Ia menggigil merapat tembok. Ia tahu siapa pemilik derap langkah kaki itu. Dan telinganya masih cukup jernih untuk menangkap percakapan-percakapan itu.

“Kemarin ia masuk ke dalam rumah ini. Menurut Sertu Tumijo dan Serka Ngadirin sampai pagi ini belum keluar.”

“Belum keluar?”

“Ya. Mungkin tertidur di dalam. Atau…”

“Kenapa ?”

“Mungkin ia sekarat atau malah sudah mati. Sebab Lettu Koprik sangat yakin bahwa ayunan tongkatnya masih cukup keras meski sudah tiga bulan tidak bertugas karena indisipliner; mengganggu istri orang. Hanya Lettu Koprik kurang begitu yakin apakah ia yang masuk ke dalam rumah ini.”

“Apakah ia membawa kamera?”

“Tidak hanya kamera tapi juga tape kecil dan buku catatan.”

“Laki-laki?”

“Bukan. Perempuan.”

Ia gemetar mendengar percakapan itu. Mendadak wajahnya pucat seperti mayat. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Lututnya bergetar bagai ada gempa. Langit runtuh menimpa kepalanya. Tanpa pikir panjang ia meraih tas ransel lalu lari lewat pintu belakang. Tapi sial, sebutir peluru lebih cepat melesat dari sebuah moncong senapan menembus tengkuknya. Tubuhnya terhempas menghantam tembok lalu roboh bersimbah darah…
***

“Mereka hanya berkumpul dan berdoa, tapi kenapa kalian pukul dan tembak? Mereka mengutuk segala macam bentuk terorisme sekaligus mengutuk segala macam bentuk penyerangan terhadap warga sipil yang tidak berdosa. Apa salahnya?” Tulisnya pada selembar kertas yang tercecer di jalan raya. “Sedang aku, kenapa terus kalian buru? Padahal aku cuma seorang wartawati bergaji rendah dari sebuah koran daerah yang ingin ikut andil mencatat sejarah…”

Seorang pemulung menemukan catatan itu. Mula-mula hanya ditumpuk bersama barang-barang rongsokan yang akan dijual ke tukang loak. Tapi beberapa hari kemudian entah kenapa tiba-tiba ia memendam hasrat ingin mengirimkan catatan yang sudah lusuh itu pada Ibu Presiden. Pemulung itu yakin Ibu Presiden dengan legawa pasti akan menerima dan membaca catatan itu sebagaimana dari dulu ia sangat yakin dengan pilihan tanda gambar untuk Ibu Presiden tercinta. Tetapi sebelumnya ia akan menjual barang-barang rongsokan lainnya terlebih dulu untuk beli prangko dan amplop.

Mudah-mudahan tidak lupa…

Kulonprogo, 2001-2002

Teguh Winarsho AS, lahir di Kulonprogo (Yogyakarta), 27 Desember 1973. Pernah mendapat kehormatan sebagai cerpenis terbaik se-Jawa Tengah versi Universitas Jenderal Sudirman Purwokerto. Cerpen-cerpennya banyak menghiasi media massa, seperti Republika, Kompas, Horison, Media Indonesia, Koran Tempo, The Jakarta Post, Matra, Suara Karya, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Kedaulatan Rakyat, Bernas, Lampung Post,Bisnis Indonesia, Warta Kota, Pikiran Rakyat, Trans Sumatera, Jawa Pos,Surabaya Post, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Wawasan, Solo Pos, Annida, Sabili, Nova, Citra dll.
Tulisan-tulisannya dalam bentuk antologi bersama adalah Tamansari (Pustaka Pelajar, 1998), Aceh Mendesah dalam Nafasku (Kasuha, 1999), Embun Tajalli (Aksara, 2000), Bunga-Bunga Cinta (Senayan Abadi, 2003), Wajah di Balik Jendela (Lazuardi, 2003), Jika Cinta (Senayan Abadi, 2003), Pipit Tak Selamanya Luka (Senayan Abadi, 2003), Jalan Tuhan (Lazuardi 2004), dll. Kumpulan cerpen tunggalnya yang telah terbit, Bidadari Bersayap Belati (Gama Media, 2002), Perempuan Semua Orang (Arruzz, 2004). Kabar dari Langit (2004), Tato Naga (2005) dan novel Tunggu Aku di Ulegle, roman dan tragedi di bumi serambi Mekah (2005). Salah satu cerpennya masuk dalam kumpulan cerpen pilihan Kompas tahun 2003. Sementara novelnya Di Bawah Hujan dimuat bersambung di harian Suara Pembaruan, edisi 10 April - 07 Juni 2000.
Selengkapnya...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...