Rabu, 25 Mei 2011 By: sanggar bunga padi

Kantring Genjer-Genjer [dari kitab kuning sampai komunis] bagian 16

Oleh: TEGUH WINARSHO AS *

Esoknya aku bangun kesiangan. Lasmi sudah tak ada di tempat. Tiba-tiba aku merasa takut. Aku tidak tahu siapa Lasmi. Kawan atau lawan? Kami telah melakukan hubungan badan. Kukira ia mencintaiku. Kukira kami akan terus bersama-sama. Tapi tiba-tiba ia pergi meninggalkanku. Apa artinya semua itu? Bertemu dan berpisah tanpa pesan. Atau memang benar kami hanyalah dua orang yang sedikit mabuk dan suntuk lalu butuh sedikit kesenangan? Kompensasi batin yang tertekan? Tapi aku merasa tidak tertekan. Mungkin aku hanya lelah. Aku justru merasa tertekan dan terancam setelah mendengar cerita Lasmi. Ya, sejak itu. Sampai hari-hari yang terus bergulir hingga saat ini…

ENAM

PANJEN. Di dusun inilah sekarang aku berada. Sudah lima hari aku di sini sejak pertemuan terakhirku dengan Lasmi dua bulan lalu dan aku terus sembunyi berpindah-pindah tempat menghindari kejaran orang-orang yang ingin membunuhku. Tapi tiba-tiba aku merasa aneh untuk apa aku mendatangi kampung kelahiranku? Apakah dusun gersang dan tandus ini cukup nyaman untuk sembunyi. Orang-orang yang dulu kukenal tak kutemukan lagi. Mereka tiba-tiba lenyap seperti siluman. Aku hanya ketemu laki-laki tua pengangkut batu di hari-hari terakhir kematiannya dan perempuan iblis yang memperkosaku pada suatu malam. Ah, mungkin Ibu. Aku pulang karena rindu seorang anak pada Ibu. Tapi Ibu sudah pergi meninggalkanku. Jadi, untuk apa aku bertahan lebih lama? Menghindari kejaran orang-orang yang ingin membunuhku atau justru menyusun kekuatan? Di mana Ki Sangir dan Kyai Barnawi? Kenapa aku hanya ketemu laki-laki tua pengangkut batu?

Dan inilah cerita yang dituturkan laki-laki tua pengangkut batu sebelum ia menemui ajalnya. Begini ceritanya:

Ki Sangir mulai menyantet Kyai Barnawi. Tapi rupanya Kyai Barnawi tak mempan disantet. Santet Ki Sangir justru berbalik membunuh tiga istrinya. Ki Sangir benar-benar marah karena ketiganya adalah istri kesayangannya. Salah seorang dari mereka memiliki tahi lalat di belahan vaginanya. Ki Sangir kemudian semedhi di kali minta bantuan Nyi Ratu Krasak untuk membunuh Kyai Barnawi. Nyai Ratu Krasak bersedia membantu tapi dengan syarat Ki Sangir mau melakukan ritual sirnahangenti untuk anak Nyi Ratu Krasak yang bernama Rara Sulasmi. Artinya Ki Sangir harus menjadikan Rara Sulasmi sebagai istri gaibnya selain Nyi Ratu Krasak. Ki Sangir tak keberatan dengan syarat yang diajukan Nyi Ratu Krasak. Sejak itu ia mempunyai dua istri gaib yaitu Nyi Ratu Krasak dan Rara Sulasmi. Rara Sulasmi tidak secantik ibunya. Rambutnya panjang, lehernya jenjang.

Beberapa hari setelah para jendral diculik dan dibunuh PKI di Jakarta, seperti di dusun-dusun lain, situasi dusun Panjen yang sudah panas semakin bertambah panas lagi. Pertentangan antara kelompok Ki Sangir dan kelompok Kyai Barnawi semakin meruncing. Kyai Barnawi menuduh kelompok Ki Sangir antek PKI. Alasannya agama Ki Sangir tidak jelas. Malah Ki Sangir menganggap dirinya sebagai Tuhan. Ki Sangir sesungguhnya tidak bertuhan alias atheis. Dan atheis sama saja dengan PKI. PKI adalah atheis! Begitu kesimpulan Kyai Barnawi. Dengan alasan itu Kyai Barnawi menyuruh santrinya membunuh Ki Sangir. Di pihak lain, Ki Sangir menuduh Kyai Barnawi telah menyerobot lahan sawah penduduk dan biang kerok pencurian hingga membuat penduduk dusun Panjen mlarat.

Rupanya Ki Sangir dan para cantriknya bergerak lebih cepat. Suatu malam mereka berhasil menghadang Kyai Barnawi dan dua orang santrinya saat baru pulang mengisi pengajian dari dusun Palung. Di tempat itu pula Kyai Barnawi dan seorang santrinya dihabisi. Santri satunya berhasil kabur. Paginya Kyai Barnawi ditemukan para santrinya mati dengan kondisi mengenaskan. Lehernya hampir putus, tubuhnya penuh luka sabetan golok dan pedang. Para santri Kyai Barnawi marah besar. Mereka ingin balas dendam. Semua santri berkumpul di pesantren membawa pedang dan kelewang. Mata mereka merah dan nyalang. Di tempat lain, para cantrik Ki Sangir berjaga-jaga di padepokan.

Suasana dusun Panjen benar-benar panas saat itu. Banyak orang yang tak berani keluar rumah. Tapi sebelum para santri itu bergerak, Lasto, seorang kuli pengangkut batu melapor ke Kodim. Tapi nasib Lasto justru sial. Ia ditangkap dan dijebloskan penjara dengan tuduhan mata-mata. Lasto tak tahu apa maksud mereka. Lasto tak boleh bertanya-tanya. (bersambung)

*) TEGUH WINARSHO AS, lahir di Kulonprogo, Yogyakarta, 27 Desember. Buku-bukunya yang sudah terbit, kumpulan cerpen Bidadari Bersayap Belati (Gamamedia, 2002), Perempuan Semua Orang (Arrus, 2004), Kabar dari Langit (Assyamil, 2004), Tato Naga (Grasindo, 2005), dan novel: Tunggu Aku di Ulegle, roman dan tragedi di bumi serambi mekah (Bening Publishing, 2005), Jadikan Aku Pacar Gelapmu (Arrus, 2006). Novelnya: Di Bawah Hujan dimuat bersambung di harian sore Suara Pembaruan (2000), Orang-Orang Bertopeng dimuat di Sinar Harapan (2002), Purnama di Atas Jakarta dimuat Republika (2005). Kini mengibarkan bendera dengan nama penerbitan Lafal Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...