Jumat, 29 April 2011 By: sanggar bunga padi

Sekolah yang Berkarakter

Fenomena merebaknya pornografi di jagad maya (internet) yang kian gawat sungguh membikin orangtua waswas. Apalagi menurut jajak pendapat yang sempat dirilis, sebagian besar pelajar tingkat SMA adalah pengunjung situs-situs porno tersebut. Belum lagi yang menyatakan bahwa pada usia SMA, sebagian pelajar juga melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Terlebih sekarang ada kehebohan oleh video asusila ’mirip’ artis yang konon penyebarannya lewat handphone telah sampai ke tangan anak-anak belum cukup umur. Sungguh gonjang-ganjing yang menghantam ketenteraman hidup kita.

Padahal dalam beberapa bulan ke depan, sebagian besar orangtua akan disibukkan oleh pendaftaran anak-anak untuk masuk sekolah, untuk memulai pendidikan formalnya – bagi anak-anak usia TK, dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi bagi lulusan SD, SMP dan SMA. Hal ini tentu amat menyita perhatian, tenaga, pikiran, dan juga biaya untuk semua pendidikan tersebut. Dan yang harus mendapat perhatian penting pada saat-saat pencarian sekolah seperti saat ini, wawasan keagamaan harus dikedepankan. Atau yang dewasa ini sedang digelorakan adalah apa yang disebut dengan pendidikan karakter.

Pendidikan karakter ini ingin memformulasikan sinergi pendidikan agama, pembangunan jiwa kebangsaan dan kearifan lokal. Dengan ini diharapkan peserta didik mendapatkan pendidikan yang integral dengan penghargaan dan pengamalan yang tinggi atas norma-norma agama, cita-cita kebangsaan dan kearifan lokal yang berlaku di masyarakat tempat mereka hidup.

Allah SWT berfirman dalam Qs. Al Mujaadilah : 11 yang artinya, “..... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Seorang Muslim meyakini bahwa anak adalah amanat Ilahi. Ia akan menjadi ujian bagi orangtuanya, bagaimana anak itu dibesarkan, bagaimana ia dididik dan sejauh mana usaha orangtua menjadikan anak dan keturunannya sebagai ”qurrota a’yun” (penyejuk pandangan, permata hati) dengan segala perilakunya yang menampakkan diri sebagai anak salih dan salihah. Maka petikan makna ayat dimuka terlebih dahulu menunjukkan seseorang harus beriman baru kemudian berilmu jika ingin ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt.

Salah satu tugas penting bagi orangtua dalam sebuah keluarga adalah mendidik anak (atau anggota keluarga lainnya) dengan pendidikan yang baik. Ia harus bisa menjamin bahwa anak-anaknya mengenyam pendidikan secara baik. Karena hanya dengan pendidikan yang baiklah seseorang akan mampu membedakan mana-mana yang halal dan yang haram, yang patut dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan. Kata orang, oleh alam kita dilahirkan sama, dengan pendidikan kita menjadi berbeda. Kepedulian yang kuat kepada hati nurani yang bersih, berlandaskan ajaran agama yang benar harus selalu dipupuk agar pendidikan tidak sekadar melahirkan orang pintar tetapi mengingkari ajaran-ajaran yang benar.

Hadis Nabi menyatakan (artinya), ”Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ayahnyalah yang akan menjadikan ia sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR Al Bukhari)

Menilik hadis di atas, maka ketika orangtua atau seseorang sedang mencari pendidikan formal untuk anak-anaknya harus ada cara pandang yang benar sebagai prioritas : mencari lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kadar keimanannya kepada Allah Swt, dan mencerdaskan daya fikir dan mengembangkan kreativitasnya. Idealnya ketiga hal itu berjalan seiring, meski dalam kenyataan tidak selalu mudah mendapat sekolah yang seperti itu.

Kalau kita punya prioritas lebih pada peningkatan keimanan, maka pendidikan formal yang dituju adalah sekolah-sekolah yang mempunyai ciri khas keagamaan lebih kental, baik itu pesantren, madrasah atau sekolah Islam. Dewasa ini sekolah-sekolah bercirikan keislaman yang maju dalam prestasi keilmuan sudah cukup banyak, ini dapat menjadi rujukan orangtua menyekolahkan anaknya.

Sementara kalau yang dikejar semata peningkatan intelektual tanpa dilandasi keimanan yang kuat, dikhawatirkan si anak kelak sekadar menjadi pandai tetapi tidak saleh. Ini yang sekarang banyak terjadi dan menjadi problem masyarakat. Aksi brutal, tidak senonoh, sebagian siswa usai pengumumam kelulusan tempo hari, mencerminkan bagaimana kesalehan menjadi tanda tanya besar dalam pribadi siswa, walau mungkin ia pandai. Apalagi kalau tidak pandai dan tidak saleh, akan menjadi beban keluarga dan masyarakat. Kekerasan yang dipertontonkan para pelajar menunjukkan pendidikan karakter selama ini tidak mencapai hasil yang diharapkan.

Untuk urusan pendidikan agama, orangtua boleh agak keras terhadap anak. Sebab pendidikan karakter, pendidikan untuk kebaikan memang tidak mudah dan harus diajarkan. Bila tidak si anak bisa menyimpang. Sedang untuk menjadi jahat, orang tidak perlu belajar. Sebagaimana Nabi mengajarkan kepada kita dalam mendidik anak untuk shalat, bila sudah sampai waktunya boleh agak keras, sejauh tidak berlebih-lebihan. Pendidikan agama haruslah selalu kita kedepankan, agar kehidupan anak dan masyarakat pada umumnya selalu terjaga dalam nilai-nilai Ilahiyah. Terlebih di tengah suasana negara yang belum kondusif dewasa ini. Bila tidak, akan hancurlah peradaban dan bangsa kita. Allahu a’lam. (Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...