Selasa, 26 April 2011 By: sanggar bunga padi

Bangsa Yang Berbahaya

"Kebahagiaan setiap negara tergantung dari watak rakyatnya ketimbang bentuk pemerintahannya, " kata seorang pakar.


Krisis yang melanda negara kita, rasanya telah lama kita arungi. Namun kian lama bukannya kian jelas penyelesaiannya dan gambaran masa depannya, yang terjadi justru muncul banyak kasus baru yang menambah parah keadaan. Dulu Prof. Ahmad Syafii Ma'arif mengatakan negara kita laksana kapal Titanic yang kian tenggelam dengan laju kian kencang. Sedang dalam konteks anarkhisme yang belakangan sering terjadi di negeri kita, ia menyebutnya laksana kampung tak bertuan.


Krisis akhlak di sebagian masyarakat kita (termasuk para pemimpin kita) ternyata tak juga habis dengan lewatnya bulan Ramadhan (bulan pembakaran dosa) dan bulan Syawal (bulan peningkatan amal shaleh) yang lalu. Padahal logikanya, setelah sebulan berpuasa, seseorang harus semakin baik perilaku hidupnya.


Dalam khazanah Islam kita temukan kata hikmah. "tegaknya suatu bangsa tergantung tegak­nya akhlak masyarakat, jika akhlaknya runtuh maka hilang dan runtuh pulalah bangsa itu." Bangsa Saba' menjadi salah satu contoh dalam sejarah umat manusia, bagaimana negara yang jaya dan makmur kemudian runtuh karena kejatuhan moral dan pengingkaran pada kebenaran ajaran Nabi Allah swt.


"Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun, di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan): 'Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negara yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.' Tetapi mereka berpaling, maka kami datangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr." (Qs Saba' : 15-16)


Kerajaan Saba' terletak di Yaman Selatan, beribukota di San'a. Ia menemukan kejayaan saat dipimpin seorang perempuan bernama Bilqis. Negara itu makmur lantaran diapit dua sungai besar sehingga tanahnya subur dan dengan bendungan Ma'rib yang besar, pengairan sangat lancar. Peninggalan arkeologis sebagai bukti adanya kerajaan itu telah diteliti banyak pakar dan Abdullah Yusuf Ali dalam 'The Holy Qur'an, Text, Translation dan Com­mentary' menulis artikel khusus tentang ini.


Namun jauh setelah Bilqis masuk Islam sebagai hasil dakwah Nabi Sulaiman, rakyat nega­ra itu mulai mengalami degradasi moral, kerusakan akhlak. Sampai akhimya Allah swt menurunkan azab dengan bobolnya bendung­an Ma'rib sehingga negara itu rusak, dan pepohonannya diganti dengan pohon-pohon pahit yang tidak dapat digunakan sebagai penopang kehidupan. Negara Saba' pun bangkrut.


Apakah Indonesia sedang menuju ke sana? Semoga tidak. Namun hampir ada kemiripan antara Indonesia dengan Saba'. Pertama, sama-sama diapit oleh dua sumber mata air, yang menimbulkan kesuburan. Kedua, dengan kesuburan itu tumbuh banyak hutan dan kebun yang sangat bermanfaat bagi rakyat. Untuk menopang pembangunan negara.


Celakanya, yang kita rasakan sekarang adalah: kekayaan laut sudah terkuras dan rusak hebat, kebun dan hutan dibabat deng­an semena-mena -- sebagiannya diganti dengan bangunan-bangunan yang tidak ramah lingkungan. dan adanya penurunan derajat akhlak masyarakat. Kita menjadi khawatir, kejadian Saba' bakal menimpa Indonesia.


Ibnu Khaldun, pemikir sosial terkemuka dari kalangan Islam, dalam karyanya 'Muqaddimah' memaparkan jatuh-bangunnya peradaban umat dan negara-negara dalam lintasan sejarah umat manusia. Beberapa kita petik: 1) bahwa besarnya suatu negara, luas daerahnya dan panjang usianya tergantung kepada besar kekuatan pendukung, 2) bahwa jarang sekali terjadi suatu negara bisa ditegakkan dengan aman di tempat yang didiami oleh banyak suku dan golongan, dan 3) bahwa sekali usaha pemusatan kekuasaan dalam tangan seseorang telah tercapai, dan kemewahan serta sifat malas telah merata, maka berarti negara telah mendekati kehancurannya.


Untuk menghambat penurunan derajat bangsa, maka melaksanakan al Qur'an secara konsisten adalah jalan realistik karena sesungguhnya bekal penguatan watak dan moralitas bangsa telah tertulis di sana. Kekuatan akidah (tauhid), peningkatan daya pikir kejujuran dan keadilan serta tidak memusatkan kekuatan pemerintahan dan modal pada satu tangan, adalah beberapa hal yang dapat dilaksanakan. Yang juga penting: solidaritas, kata Ibnu Khaldun, "Sua­tu kedaulatan tidak dapat didirikan tanpa solidaritas."  Allahu a’lam.  (Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...