Rabu, 20 April 2011 By: sanggar bunga padi

Empat “Istri” Kita

Sebuah joke populer menceritakan seorang kaya pemilik toko besar yang akan meninggal dunia. Saat sakitnya makin parah menuju sakaratul maut, dia mengabsen anggota keluarganya. Dia panggilnya nama istrinya. Istrinya pun menyahut, “Ada.” Lalu anak pertamanya, si anak pun menyatakan hadir. Lalu berturut-turut anak-anak berikutnya, dan ternyata semua sudah hadir di hadapannya. Para ahli waris itu menunggu dengan cemas mungkin ada wasiat penting yang akan diucapkan sang suami atau sang ayah. Lalu sang pemimpin keluarga itu pun bertanya, “Kalau semua ada di sini, siapa yang menjaga toko kita?”

Meski dianggap sekadar joke, cerita ini bisa diambil misal untuk mengilustrasikan firman Allah Swt dalam Qs. At-Takatsur ayat : 1-2, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.”  Gaya hidup serba kebendaan di zaman modern ini adalah sumber pokok persoalan manusia dalam menemukan dirinya dan makna hidupnya yang lebih mendalam. Etos kesuksesan materialis telah menjadi berhala baru yang menghalangi manusia dari kemampuan kenyataan yang lebih hakiki di balik benda-benda dan popularitas, yaitu kenyataan ruhani. Etos kesuksesan, kata Nurcholish Majid, telah menjadi agama pengganti (ersatz religion) dan tidak resmi (illicit) namun secara efektif membelenggu ruhaninya.

Kekosongan jiwa dari keinsafan akan makna hidup yang lebih mendalam tentu akan mempunyai dampak yang sangat jauh dan mendasar. Mari kita kutip lagi sebuah kisah inspiratif untuk mencerahkan nurani kita.

Suatu ketika, ada seorang pedagang kaya yang mempunyai 4 orang istri. Dia mencintai istri yang keempat, dan menganugerahinya harta dan kesenangan yang banyak. Sebab, dialah yang tercantik diantara semua istrinya. Pria ini selalu memberikan yang terbaik buat istri keempatnya ini.

Pedagang itu juga mencintai istrinya yang ketiga. Dia sangat bangga dengan istrinya ini, dan selalu berusaha untuk memperkenalkan wanita ini kepada semua temannya. Namun, ia juga selalu khawatir kalau istrinya ini akan lari dengan pria yang lain.

Begitu juga dengan istri yang kedua. Ia pun sangat menyukainya. Ia adalah istri yang sabar dan pengertian. Kapanpun pedagang ini mendapat masalah, dia selalu meminta pertimbangan istrinya ini. Dialah tempat bergantung. Dia selalu menolong dan mendampingi suaminya, melewati masa-masa yang sulit.

Sama halnya dengan istri yang pertama. Dia adalah pasangan yang sangat setia. Dia selalu membawa perbaikan bagi kehidupan keluarga ini. Dialah yang merawat dan mengatur semua kekayaan dan usaha sang suami. Akan tetapi, sang pedagang, tak begitu mencintainya. Walaupun sang istri pertama ini begitu sayang padanya, namun, pedagang ini tak begitu mempedulikannya.

Suatu ketika, si pedagang sakit. Lama kemudian, ia menyadari, bahwa ia akan segera meninggal. Dia meresapi semua kehidupan indahnya, dan berkata dalam hati. "Saat ini, aku punya 4 orang istri. Namun, saat aku meninggal, aku akan sendiri. Betapa menyedihkan jika aku harus hidup sendiri." Lalu ia meminta semua istrinya datang, dan kemudian mulai bertanya pada istri keempatnya. "Kaulah yang paling kucintai, kuberikan kau gaun dan perhiasan yang indah. Nah, sekarang, aku akan mati, maukah kau mendampingiku dan menemaniku? Ia terdiam. "Tentu saja tidak," jawab istri keempat, dan pergi begitu saja tanpa berkata-kata lagi. Jawaban itu sangat menyakitkan hati. Seakan-akan, ada pisau yang terhunus dan mengiris-iris hatinya.

Pedagang yang sedih itu lalu bertanya pada istri ketiga. "Akupun mencintaimu sepenuh hati, dan saat ini, hidupku akan berakhir. Maukah kau ikut denganku, dan menemani akhir hayatku? Istrinya menjawab, "Hidup begitu indah disini. Aku akan menikah lagi jika kau mati." Sang pedagang begitu terpukul dengan ucapan ini. Badannya mulai merasa demam.

Lalu, ia bertanya pada istri keduanya. "Aku selalu berpaling padamu setiap kali mendapat masalah. Dan kau selalu mau membantuku. Kini, aku butuh sekali pertolonganmu. Kalau ku mati, maukah kau ikut dan mendampingiku?" Sang istri menjawab pelan. "Maafkan aku," ujarnya "Aku tak bisa menolongmu kali ini. Aku hanya bisa mengantarmu hingga ke liang kubur saja. Nanti, akan kubuatkan makam yang indah buatmu." Jawaban itu seperti kilat yang menyambar.

Sang pedagang kini merasa putus asa. Tiba-tiba terdengar sebuah suara. "Aku akan tinggal denganmu. Aku akan ikut kemana pun kau pergi. Aku tak akan meninggalkanmu, aku akan setia bersamamu." Sang pedagang lalu menoleh ke samping, dan mendapati istri pertamanya di sana. Dia tampak begitu kurus. Badannya tampak seperti orang yang kelaparan. Merasa menyesal, sang pedagang lalu bergumam, "Kalau saja, aku bisa merawatmu lebih baik saat ku mampu, tak akan kubiarkan kau seperti ini, istriku."

Dalam kehidupan di dunia ini sesungguhnya kita punya 4 orang istri. Istri yang keempat, adalah tubuh kita. Seberapapun banyak waktu dan biaya yang kita keluarkan untuk tubuh kita supaya tampak indah dan gagah, semuanya akan hilang. Ia akan pergi segera kalau kita meninggal. Tak ada keindahan dan kegagahan yang tersisa saat kita menghadap-Nya.
Istri yang ketiga, adalah status sosial dan kekayaan. Saat kita meninggal, semuanya akan pergi kepada yang lain. Mereka akan berpindah, dan melupakan kita yang pernah memilikinya. Sedangkan istri yang kedua, adalah kerabat dan teman-teman. Seberapapun dekat hubungan kita dengan mereka, mereka tak akan bisa bersama kita selamanya. Hanya sampai kuburlah mereka akan menemani kita.

Dan sesungguhnya, istri pertama kita adalah jiwa dan amal kita. Mungkin kita sering mengabaikan, dan melupakannya demi kekayaan dan kesenangan pribadi. Namun, sebenarnya, hanya jiwa dan amal kita sajalah yang mampu untuk terus setia dan mendampingi kemanapun kita melangkah.

Penghayatan agama yang benar akan mengisi kekosongan jiwa manusia modern. Agama menyediakan landasan spiritual bagi pencarian kita di samping perawatan dan pemeliharaan jiwa kita, kata Thomas H. Naylor dalam bukunya, “Pencarian Makna Sebuah Kehidupan” (Jakarta: 1996). Kekecewaan dalam hidup pasti ada. Dengan agama kita pelihara jiwa dan temukan makna dalam kehidupan yang fana. Hanya amal yang mampu menolong kita di akhirat kelak. Jadi, selagi mampu, perlakukanlah jiwa dan amal kita dengan bijak. Allahu a’lam. (Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...