Pada saat berbagai bencana melanda negeri kita seperti sekarang, semua orang terketuk hatinya untuk menyumbang, atau berbagi, kepada para korban bencana. Berbagai institusi, maupun orang secara pribadi, turut menggalang dana maupun materi dalam bentuk lain, untuk membantu para korban.
Tetapi, ketika kita kembali ke kehidupan kita sehari-hari, masih ingatkah kita untuk berbagi? Bukankah masyarakat yang kekurangan tidak hanya muncul saat bencana melanda saja? Tidakkah di sekitar kita pun masih banyak keluarga yang tidak dapat menikmati kehidupan yang layak? Berbagi juga bisa kita lakukan pada mereka, yang sehari-hari masih belum mampu memenuhi kebutuhan gizinya, misalnya.
"Berbagi itu juga tidak hanya bermanfaat untuk orang lain, tetapi juga untuk diri sendiri. Apa yang kita berikan mungkin kecil bagi kita, tapi besar artinya untuk mereka. Ketika kita melihat orang yang kita bantu itu merasa senang dengan bantuan kita, ada kebahagiaan yang sempurna yang kita rasakan," tutur Yuna Eka Kristina, Public Relations Manager Orangtua Group, saat talk show "Through Mom, We Can See the Miracle of Giving", yang diadakan oleh Tango di Kidzania, Pacific Place, Sabtu (27/11/2010).
Banyak manfaat lain yang kita dapatkan dengan kebiasaan berbagi, antara lain, kita jadi pandai bersosialisasi dengan orang lain, mendapatkan rasa aman, damai, memiliki rasa cinta yang besar, dan berdaya. Menurut hasil penelitian, orang yang senang berbagi juga akan menghasilkan hormon endorfin.
"Hormon inilah yang berperan memberikan imunitas pada tubuh, sehingga tubuh memulihkan diri lebih cepat setelah operasi, dan mampu istirahat lebih optimal," lanjut Dra Rustika Thamrin, Psi, CBA, CHT, CI, MTLT, pada acara yang sama.
Untuk menciptakan kebiasaan untuk berbagi, Anda perlu mengajarkan kebiasaan ini pada anak sejak dini. Peran Anda sebagai ibu sangat besar dalam menularkan kebiasaan untuk berbagi. Sebab sebagai ibu, Anda punya kedekatan emosi yang lebih besar dengan anak. Umumnya, ibu juga mempunyai waktu lebih banyak bersama anak. Sebagai perempuan, Anda juga dikaruniai kemampuan untuk mencurahkan kasih sayang, lembut, dan detail.
"Yang perlu Anda lakukan adalah memberi contoh pada anak, karena sampai usia 5 tahun, anak adalah peniru yang ulung. Ketika perilaku ini dilakukan secara terus-menerus, lama-lama akan menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi karakter," ujar psikolog yang berpraktik di Brawijaya Women and Children Hospital ini. Rustika juga mengingatkan, memberi tidak harus berupa materi. Berbagi juga bisa diberikan dalam bentuk perhatian, senyuman, waktu, ketrampilan, sentuhan, harapan, saran, pengetahuan, dan lain sebagainya.
Menurutnya, waktu yang tepat untuk mengajarkan anak untuk berbagi adalah saat usianya 3 tahun. Sebelum usia itu, anak masih egosentris, sehingga belum memiliki konsep untuk berbagi. "Jangan memaksanya untuk berbagi, karena bila terpaksa, imej berbagi itu menjadi negatif," katanya.
Orangtua hanya perlu memberi contoh dan saran, bukan mengambil alih keputusan anak untuk berbagi. Biarkan anak menentukan sendiri bagaimana ia harus berbagi, karena bagaimanapun ia masih dalam proses belajar untuk itu. Bahkan, beri juga kesempatan pada anak untuk tidak berbagi. Jangan lupa memberikan penghargaan saat anak mau berbagi, misalnya dengan memberi pujian, senyuman, pelukan, atau ciuman.
Akan lebih baik bila Anda membuat program bersama keluarga dengan berbagi. Contohnya, dengan menjadwalkan waktu tertentu untuk berkunjung ke panti asuhan, atau memberikan susu kotak, atau cemilan bergizi lain di Posyandu. Karena dilakukan secara ajeg, berbagi pun akhirnya menjadi kebiasaan.
(Felicitas Harmandini)
Sumber: Kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar