Kamis, 28 April 2011 By: sanggar bunga padi

Pemberian Yang Menakjubkan

Apakah pernah datang kepada Anda seorang peminta-minta yang benar-benar membutuhkan uluran tangan Anda sedangkan pada saat itu Anda juga sedang tidak terlalu berpunya? Biasanya dalam keadaan demikian kita akan menolak kedatangan sang peminta-minta tersebut tanpa memberikan jalan keluar. Misalnya sekadar menunjukkan kepadanya agar datang kepada orang yang kita kenal, semoga orang yang kita tunjukkan itu dapat menolongnya.

Memang dalam al-Qur’an kita diperintah untuk memberikan sedekah, infak, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Namum kebanyakan dari kita rasanya belum terlalu tergerak oleh perintah itu jika dalam keadaan sempit. Bukan itu saja, bahkan ada saja yang meski berada dalam kelapangan anugerah Ilahi tidak juga mau bersedekah atau berinfak. Kalau pun dalam keadaan sempit dan ada orang yang lebih sempit lagi mendatangi kita untuk meminta pertolongan, selayaknya kita upayakan semampu kita. Atau kita tunjukkan saudara kita yang kiranya mampu menolongnya.

Sepenggal riwayat dalam tarikh Islam ini mungkin akan menggugah nurani kita. Suatu saat seorang lelaki tiba di kota Madinah dalam keadaan sangat kelelahan. Ia telah menempuh perjalanan yang jauh untuk mencapai kota idamannya itu. Mukanya pucat, badannya lemas, keringat bercucuran dan bajunya compang-camping. Uangnya telah habis sedangkan perutnya lapar. Iapun pergi ke masjid.

Kebetulan saat itu Rasul Saw sedang berada di masjid pula. Ia menemui Rasul dan mengadukan perihalnya. Ia pun menyampaikan keperluannya yang mendesak yakni perlu makan dan pakaian. Rasul menerima saudara seiman itu dengan ramah tamah, mendengarkan seluruh ceritanya dengan penuh perhatian. Beliau ingin menolong orang itu, tapi saat yang sama, Rasul pun tidak punya sesuatu yang layak diberikan kepadanya. Jadi apa daya?

Rasul tidak putus asa. Beliau berkata, “Maaf, aku tidak dapat memberikan apa-apa kepadamu hari ini. Tapi datanglah kepada putriku, Fatimah, mudah-mudahan ada sesuatu di rumahnya yang dapat diberikan kepadamu.” Rasul lantas menyuruh shahabat Bilal mengantar lelaki tersebut.

Tiba di depan rumah Fatimah keduanya mengucap salam dan diterima Fatimah dengan rasa hormat. Fatimah bertanya kepada tamu tersebut, asal-usulnya dan keperluannya. Sang tamu bercerita bahwa ia barasal dari negri yang jauh, berhijrah mengikuti Rasul. Sekarang kehabisan bekal, perut lapar, pakaian tidak pantas. “Mudah-mudahan Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada tuan, wahai putri Rasulullah,” kata lelaki tersebut.

Fatimah menoleh ke kanan-kiri, mencari sesuatu yang mungkin layak diberikan. Namun tidak nampak sesuatu yang berharga di rumahnya, tidak juga ada makanan, maka ia pun tidak menjamu sang tamu. Memberi sang tamu pakaian perempuan, tidak mungkin. Yang tampak akhirnya adalah alas kulit yang biasa dipakai tidur Hasan dan Husain. Ia berikan itu kepada tamunya. Sang tamu menerima dengan senang dan berterima kasih. “Namun sebenarnya saya perlu makanan untuk mengembalikan tenaga yang telah hilang,” kata sang tamu.

Fatimah terkesiap. Ia berpikir sejenak. Dirabanya dadanya. O ya, bukankah ia punya sebuah kalung hadiah pernikahannya dulu? Fatimah pun melepas kalung itu dan berkata, “Ambil dan juallah kalung ini, semoga harganya cukup memenuhi keperluanmu.” Sesungguhnya kalung itu sangat berharga, karena ia adalah hadiah dari putri pamannya saat ia menikah dengan Ali bin Abi Thalib. Tapi ia ikhlas dan tidak menyesal.

Usai menerima kalung itu, sang tamu kembali ke masjid menemui Rasulullah dan menceritakan bahwa ia diberi kalung dan boleh menjualnya. Maka Rasulpun bertanya siapa yang mau membeli kalung tersebut. Shahabat Ammar bin Yasir berdiri dan mau membeli kalung itu. Ia bertanya berapa harganya. Sang tamu mengatakan bahwa ia hanya perlu tukaran roti dan daging, sebuah baju dan satu dinar uang untuk bekal menemui istrinya. Ammar membeli kalung itu dengan harga 20 dinar, 200 dirham ditambah baju dan seekor unta.

Singkat cerita, Ammar lalu menemui budaknya bernama Asham dan menyuruh agar ia menemui Rasul. Asham dipesan bahwa ia menghadiahkan kalung itu kepada Rasul dan menghadiahkan Asham kepada beliau. Jadi sejak hari itu Asham menjadi budak Nabi. Asham dengan semangat bergegas menemui Rasul. Ia amat gembira, ia akan ganti pemilik, menjadi budak Nabiyullah Muhammad Saw. Tiba di hadapan Nabi, Asham menyampaikan pesan Ammar. Rasul menerima dengan baik lalu berkata, “Engkau kini budakku. Dengar perintahku, pergilah ke rumah Fatimah. Katakan kepadanya bahwa aku menghadiahkan kalung ini kepadanya dan aku pun menghadiahkan engkau agar menjadi budaknya.”

Asham menemui Fatimah seperti perintah Rasul. Ia ceritakan perintah Rasul. Fatimah menerima dengan penuh rasa syukur dan terima kasih. Meski kalung itu semula adalah miliknya, tapi sekarang ia terima sebagai hadiah dari ayahnya. Ditambah seorang budak lagi. Padahal semula ia hanya memberi kalung dan alas kulit kepada seorang muhajir yang datang. Ternyata kalung itu telah kembali ditambah seorang budak pula.

Setelah hadiah diterima, Fatimah berkata, “Idzhab fa anta hurrun liwajhillah. Pergilah engkau Asham, engkau kini bebas dari perbudakan, kulakukan semata-mata karena Allah.” Asham tertawa besar hingga Fatimah heran. “Mengapa engkau tertawa begitu rupa?” tanya Fatimah. Asham menjawab, “Aku tertawa sebab takjub dengan riwayat kalung yang baik ini. Ia telah mengenyangkan orang yang lapar. Menutup tubuh orang yang (hampir) telanjang. Ia telah memenuhi hajat seorang fakir, dan akhirnya ia telah membebaskan seorang budak!” (Diringkas dari, “Renungan Tarikh”, KHE Abdurrahman)

Dalam Qs. Ali Imran ayat 134 Allah berfirman, yang artinya, “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” Ayat ini menegaskan bahwa salah satu ciri orang beriman adalah yang mau menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit. Dan kepada orang yang kesusahan, Nabi bersabda, “Permudahlah dan jangan dipersulit, gembirakanlah dan jangan kau buat mereka lari.” Atau dalam redaksi yang sedikit berbeda, “Permudahlah dan jangan dipersulit. Buatlah tenteram (sakkinuu) dan jangan kau buat mereka lari.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

Jikapun kita dalam keadaan sempit dan benar-benar tak dapat menolong saudara kita yang amat memerlukan tetaplah harus kita gembirakan dengan menunjukkan alternatif yang masih mungkin dilakukan. Semoga dengan demikian pahalanya mengalir juga kepada kita. Allahu a’lam. (Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...