Jumat, 23 Desember 2011 By: sanggar bunga padi

Ibu, Perempuan yang Perkasa

Meski wacana tentang kesetaraan jender terus didengungkan karena dianggap belum menunjukkan respons yang sesuai yang diharapkan, sesungguhnya kehebatan perempuan sebagai ibu tidak pernah terbantahkan. Bahkan dalam komunitas tertentu, peran perempuan menjadi lebih dominant dibanding para lelaki. Di daerah tertentu ditemukan kenyataan bahwa penopang jalannya ekonomi keluarga dan masyarakat terletak pada kaum perempuan, terutama ibu-ibu yang menjadi “juragan” atau saudagar.

Yang menarik adalah bahwa komunitas tersebut dikenal sebagai komunitas yang kental akan keislamannya. Dan keadaan yang demikian telah berlangsung selama berpuluh tahun tanpa gejolak apapun. Artinya bahwa kemitraan antara lelaki dan perempuan tidaklah selalu tekstual bahwa lelaki adalah pemimpin bagi perempuan seperti tercantum dalam Qs. An-Nisa : 34. “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,” karena dalam Qs. An-Nahl : 97 Allah pun berfirman yang artinya, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, kaka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” Kata “qawwam” sendiri, menurut Prof. Quraish Shihab tidak selalu berarti pemimpin yang identik dengan laki-laki. “Seseorang yang melaksanakan tugas dan atau apa yang diharapkan darinya dinamai qa’im. Kalau ia melaksanakan tugas itu dengan sesempurna mungkin, berkesinambungan dan berulang-ulang, maka ia dinamai qawwam.” (M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol 2, 404)

Islam mendorong perempuan untuk maju, sesuai dengan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Untuk itu para lelaki memang harus memiliki pandangan yang luas dan ikhlas untuk dapat menghargai jerih payah perempuan merengkuh kemajuan dirinya. Tidak dapat dipungkiri, ibu adalah perempuan yang perkasa. Ia sering menjadi benteng terakhir dari eksistensi sebuah keluarga tatkala para lelaki di dalamnya tak mampu lagi berbuat.

Kita tentu amat prihatin melihat tayangan infotainmen di televisi, dimana ibu-ibu muda yang berupa artis-artis muda amat mudah bercerai dan meruntuhkan keluarganya sendiri. Mereka belum lagi mampu membuktikan sebagai perempuan yang perkasa dan terjebak pada sikap hidup pragmatis, serba ingin cepat selesai. Apakah ini akibat dari perangkap kelimpahmewahan dan pelonggaran moralitas wanita yang secara tak sengaja mengikuti penguatan peran perempuan di berbagai bidang?


Porsi untuk Perempuan

Islam sangat menghargai perempuan. Apalagi ia sebagai ibu. Banyak sekali riwayat yang menunjukkan betapa Rasulullah menghormati perempuan apatah lagi sebagai ibu. Ketika seorang pemuda bertanya kepada Rasulullah tentang orang yang paling harus ia hormati, Rasul menjawab “Ibumu” sebanyak tiga kali, baru “Ayahmu” satu kali. Nabi pun menyuruh agar seorang lelaki/pemuda menjaga ibunya di rumahnya karena syurga berada dibawah kedua kakinya. Terdapat pula hadis yang popular meski bernilai dha’if/lemah yang menyatakan bahwa “surga berada di bawah telapak kaki ibu.” (R. al-Qadla’i)

Dari berbagai riwayat yang ada yang ingin difokuskan adalah agar para lelaki, sebagai partner perempuan, memberikan perhatian dan porsi yang semestinya kepada kaum perempuan. Kemudian agar kaum perempuan sendiri menjadi perempuan yang kuat, ibu yang perkasa sehingga patut mendapat penghargaan yang tinggi. Bahkan dalam keadaan paling menyedihkan sekalipun, seperti dialami Ummu Sulaim, istri Abu Thalhah, salah seorang shahabat Nabi :

“Ketika anak Abu Thalhah meninggal dunia hanya Ummu Sulaim yang berada di rumah. Jenazah anak kecil itu lalu dibaringkannya di kamar dan diselimuti. Lalu ia mengenakan pakaian yang paling disukai Abu Thalhah, juga minyak wangi. Ketika Abu Thalhah pulang, Ummu Sulaim segera menyiapkan makan dan minum, lalu mereka berdua bersantap dengan nikmatnya. Sesudah itu mereka berdua masuk kamar dan Abu Thalhah mempergauli istrinya sebagaimana layaknya seorang suami kepada istrinya. Lalu Ummu Sulaim berkata kepadanya, “Aku heran melihat tetangga kita.” “Ada apa?” tanya Thalhah. ”Ia meminjam barang kepada tetangganya, dan setelah sekian lama barang itu diambil oleh pemiliknya, namun si peminjam berkeberatan mengembalikannya,” kata Ummu Sulaim. ”Ah buruk betul perbuatannyanitu,”komentar Abu Thalhah. ”Jadi apa yang semestinya ia lakukan?” tanya Ummu Sulaim pula. ”Ia mesti mengembalikan barang pinjaman itu kepada pemiliknya.” Sampai pada ucapan itu, Ummu Sulaim segera menjelaskan apa yang sebenarnya telah mereka alami. Katanya, ”Anakmu adalah barang pinjaman dari Allah, dan kini ia telah diminta kembali oleh-Nya.” Mendengar itu, Abu Thalhah memuji Allah dan mengucapkan istirja’ (Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un). Besok paginya, ia menemui Rasulullah menyampaikan kematian anaknya dan bagaimana sikap Ummu Sulaim tadi malam. Mendengar itu berkatalah Rasulullah SAW, ”Ya Abu Thalhah, bergembiralah, Allah akan memberkahi pergaulan anda tadi malam.” Sungguh, sejak itu Ummu Sulaim mengandung anaknya dan lahirlah ’Abdullah bin Abu Thalhah. Demikian Anas bin Malik menuturkan. (Abu Na’im al-Ashbahani, Warisan Para Sahabat Nabi, 1986)

Merujuk pada spirit Ummu Sulaim yang amat tabah menghadapi bencana, maka benar bahwa kaum perempuan (Muslimah yang taat) patut mendapat penghormatan tiga kali lebih tinggi dibanding kaum lelaki. Allahu a'lam. (Zainul Arifin/Pontianak)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...