Senin, 13 Juni 2011 By: sanggar bunga padi

Koalisi

Syahdan ketika Nabi Musa as diperintah oleh Allah Swt untuk mulai berdakwah di kalangan Bani Israil dan pergi ke Mesir menghadapi Fir’aun yang melampaui batas, Nabi Musa as meminta dua hal : pertama, agar dilapangkan dadanya, dimudahkan urusannya, dilepaskan kekakuan lidahnya agar mereka (Bani Israel) mengerti perkataannya. Kedua, agar dijadikan untuknya seorang pembantu dari keluarganya yakni Harun. Karena Harun lebih fasih dalam berbahasa.

Berhadapan dengan Fir’aun dan anak buahnya dan harus berdakwah kepada Bani Israil yang tertindas di bumi Mesir, Musa merasa perlu berkoalisi dengan Harun. Koalisi dengan Harun lebih untuk tujuan berdakwah kepada Bani Israil karena Harun lebih fasih berbahasa Ibrani. Sedang Musa yang di masa kecil hidup di lingkungan istana Fir’aun lebih dominan memahami bahasa Mesir Kuno. (M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol 8).

Dengan mukjizat yang dimilikinya, Musa menghadapi Fir’aun dengan gagah berani. Kaum Bani Israil yang tertindas di bawah cengkeraman Fir’aun tidak berani berbuat apapun. Mereka hanya menunggu siapa yang bakal menang dalam perseteruan tingkat tinggi itu. Tingkat tinggi karena menyangkut persoalan ketuhanan, antara tuhan Musa dan Fir’aun yang mengaku sebagi tuhan bagi rakyatnya. Dalam keadaan tertekan, kaum Bani Israil tidak banyak bicara.

Tatkala pertarungan antara kebenaran dan kejahatan dimenangkan oleh kebenaran setelah Nabi Musa as dan Bani Israil selamat melalui mukjizat terbelahnya Laut Merah, ada persoalan baru yang muncul. Yakni kaum Bani Israil mulai bertingkah lagi. Susah diberi pengarahan, bahkan malah mencari-cari tuhan baru lagi. Untuk mengantisipasi keadaan demikianlah, Musa bermohon kepada Allah agar dibantu oleh Harun. Jadilah dua kekuatan ini berkoalisi. Musa berkata, ”Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku.” (Qs. Thaha : 29-31).

Dari sejarah ini kita mengetahui bahwa sebuah koalisi untuk meraih sesuatu keuntungan yang besar sudah sejak dahulu kala adanya. Keuntungan itu secara umum bisa berupa apa saja, kebaikan (ini yang kita harapkan) dan kejahatan (ini yang sangat tidak kita inginkan). Koalisi diperlukan tatkala seseorang atau suatu kelompok merasa tidak mampu mengandalkan kekuatan sendiri untuk meraih tujuannya. Karenanya koalisi bisa bersifat sementara, bisa juga bersifat permanen.

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas di jagad internet, kita dapati penjelasan bahwa ”koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam pemerintahan dengan sistem parlementer, sebuah pemerintahan koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai. Dalam hubungan internasional, sebuah koalisi bisa berarti sebuah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk tujuan tertentu. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Koalisi dalam ekonomi merujuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan hubungan saling menguntungkan.”

Nabi Musa dan Harun berkoalisi untuk memperlancar dakwah Islam dan memperbaiki kehidupan kaum Bani Israil. Nabi Musa dikenal sebagai pribadi yang kuat dan tegas, ia adalah mujahid agung, sedang Nabi Harun diperkenalkan oleh Musa sebagai seseorang yang mempunyai daya komunikasi yang baik. Ia lebih fasih berbahasa sehingga akan membantu mempermudah menjelaskan risalah Musa dan adu argumen dengan kaum Bani Israil.

Agaknya dalam membangun negara, koalisi partai dan koalisi pemimpin tertinggi diperlukan dalam kombinasi yang kurang lebih seperti Musa dan Harun. Sehingga dapat menghadapi tantangan yang berat dengan kuat dan tegas dan dapat menjelaskan berbagai program kepada rakyat dengan bahasa yang fasih, yang dapat dimengerti maksudnya. Koalisi yang demikian dimaksudkan sebagai koalisi kebenaran. Bekerja sama dalam membangun kebaikan dan kemaslahatan merupakan salah satu esensi Islam. Koalisi kebaikan, kebenaran, perlu dibangun demi terwujudnya kesejahteraan, keamanan, dan kesentosaan, juga untuk meredam gejolak kejahatan serta maraknya perbuatan dosa dan maksiat.

Koalisi yang baik adalah koalisi permanen untuk menghadirkan kesejahteraan yang lebih hakiki di masyarakat. Tidak sekadar untuk popularitas dan kekuasaan sesaat. Untuk ini diperlukan kemauan politik (political will) yang sungguh-sungguh baik berlandaskan hati nurani dengan tujuan utama memajukan kehidupan bangsa. Satu bagian yang berkoalisi dengan bagian lainnya harus saling menguatkan. Dalam hadis Rasulullah bersabda, ”Sungguh mukminin yang satu dengan mukminin yang lain itu laksana bangunan yang satu bagian dengan bagian lainnya saling menguatkan.” (HR Al-Bukhari). Inilah gambaran koalisi permanen di lingkungan kaum mukmin. Dimana untuk menegakkan suatu kebaikan harus ada kerjasama yang saling menguatkan.

Koalisi politik semacam ini adalah hal yang sangat lumrah. Tujuan setiap partai politik adalah meraih kekuasaan. Tatkala kekuatan yang dimiliki tidak mencukupi (sesuai aturan perundangan yang ada) untuk mengajukan figur pimpinan, maka koalisi adalah keniscayaan. Walau tujuan partai politik adalah meraih kekuasaan, kita berharap sangat bahwa kekuasaan dimaksud adalah kekuasaan yang benar-benar mengarah kepada kebaikan. Bukan kekuasaan untuk meraih keuntungan sesaat, keuntungan kelompok, keuntungan pribadi-pribadi.

Koalisi yang akan terbentuk adalah koalisi permanen dalam kebenaran dan kebaikan. Yang satu bagian dengan bagian lainnya saling menguatkan, bukan saling menjatuhkan. ''Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.'' (Qs. Al-Maidah : 2). Allahu a’lam.(Zainul Arifin/Pontianak)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...