Jumat, 25 November 2011 By: sanggar bunga padi

Menolak Produk Teknologi Sebagai “Jimat”

Di era informasi seperti saat ini, kebutuhan orang akan komunikasi yang intensif sangat besar. Setelah teknologi informasi dan komunikasi berkembang sangat pesat, orang menjadi makin tergantung padanya. Seolah tanpa kehadiran produk dari teknologi itu, seseorang menjadi seperti “hilang” ditelan bumi.

Tengoklah kemajuan teknologi komunikasi yang melahirkan mobile phone atau hand phone (HP). Sejak teknologi komunikasi nirkabel itu diproduksi secara massal sehingga harganya menjadi lebih murah, hampir setiap orang ingin memilikinya. Tidak hanya di kota, bahkan di pelosok desa-desa yang jauh, selama masih ada sinyal yang mungkin ditangkap, orang makin terpikat dengan produk kecanggihan teknologi itu. Dahulu orang perlu satu, tapi kini makin banyak orang yang merasa perlu memiliki dua atau tiga. Tatkala semuanya berdering, maka sibuklah ia mengangkat handphonenya dengan tangan kanan kiri ditempelkan ke telinga kanan kiri.

Yang mencengangkan pula, kehadiran produk teknologi itupun semakin hari semakin “membelenggu” penggunanya. Seolah tanpa kehadirannya, ia putus dengan dunia. Seseorang yang kehilangan hapenya, misalnya, maka ia akan merasa seolah separuh jiwanya pergi. Remaja-remaja tidak henti-hentinya berkomunikasi dengan hape miliknya. Entah sedang makan, entah sedang belajar, termasuk sedang berkendaraan di jalan.

Kondisi itulah yang membuat produk teknologi semisal hape seolah menjadi “jimat” dalam kehidupan seseorang. Ia telah begitu mempengaruhi gaya hidup orang tersebut. Padahal jika sesuatu benda dunia telah begitu mempengaruhi jiwa dan membuat orang itu begitu tergantung kepadanya, maka benda itu menjadi “haram” adanya.

Seperti jimat. Jimat adalah suatu benda yang dianggap mengandung kesaktian; dapat menolak bahaya, penyakit dan sebagainya, menyebabkan kekebalan dan kekuatan. Jimat telah dipergunakan oleh manusia sejak berabad-abad, terutama mereka yang tidak memahami syari’at Allah Swt. Karena mereka menginginkan keselamatan, maka mereka menggunakan sesuatu benda, yang dianggap mempunyai magis atau kekuatan, seperti keris, tongkat, batu dan sebagainya untuk menjaga diri dari gangguan kejahatan dan keselamatan. Bahkan segolongan kaum muslimin pun tertarik kepada jimat, terutama ketika menghadapi bahaya.

Menurut pandangan Islam, jimat tidaklah mempunyai kekuatan apapun, baik untuk mendatangkan manfaat maupun madharat, sebab hanya Allah Swt yang mendatangkan manfaat dan madharat. Allah berfirman dalam Qs. Al An’am ayat 71 : “Katakanlah: ‘Apakah kita akan berdoa kepada selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepada kita dan tidak pula mendatangkan madharat kepada kita, dan apakah kita akan dikembalikan ke belakang sesudah Allah memberi petunjuk kepada kita .....’.”

Pada ayat tersebut Allah menegaskan bahwa tiada sesuatupun yang dapat mendatangkan manfaat atau madharat, selain Allah Swt. Maka tidak pantas bagi siapapun menyembah dan memohon kepada suatu benda, baik jimat maupun benda lainnya, selain Allah Swt.

Nabi Muhammad Saw sangat membenci dan melarang penggunaan segala macam jimat, sebab sebenarnya jimat itu hanyalah menyebabkan jiwa penggunanya menjadi lemah. Sebab orang yang terbiasa membawa jimat, jiwanya telah berserah diri kepadanya, sehingga apabila jimatnya tertinggal, maka jiwanya menjadi lemah lunglai, karena ia berkeyakinan bahwa hanya jimatnya itulah yang menjaga keselamatannya. (Lihat Saad A. Wahid, 'Membersihkan Berbagai Penyakit Qalbu')

Tentu saja hape tidaklah identik dengan jimat. Tidak ada orang yang memakai hape sebagai jimat. Namun yang menjadi persoalan adalah bahwa tatkala kehadiran hape itu sudah sangat berpengaruh dalam kehidupan kita, merebut separuh jiwa kita bahkan terkadang menjadi lebih penting ketimbang Allah Swt, maka ia hampir identik dengan jimat. Seolah tanpa hape akan ada madharat yang bakal datang menimpa. Di situlah produk teknologi itu menjadi harus ditinjau ulang kehadirannya dalam hidup kita. Keterpengaruhan itu mungkin tidak sampai kepada derajat syirik (menyekutukan tuhan), tapi jika kita merasa bahwa tanpa kehadirannya kita merasa ada yang hilang, ada yang kosong dalam hidup kita, inilah yang perlu ditelaah secara mendalam.

Memang kehadiran teknologi dalam kehidupan manusia tidak mungkin diingkari. Itulah dinamika kemajuan hidup manusia di dunia. Tidak mungkin kita hidup dalam tempurung. Hanya saja yang diingatkan oleh agama, dan inilah salah satu makna kehadiran agama bagi manusia, adalah bahwa kehidupan kita tidak ditentukan oleh benda-benda di sekeliling kita melainkan oleh Allah Swt, Tuhan penguasa alam semesta.

Momentum Idul Adha beberapa hari yang lalu mengajari kita untuk tidak tunduk di hadapan benda-benda duniawi, bahkan kepada yang sangat kita cintai sekalipun. Dengan demikian kehidupan kita menjadi lebih merdeka, terlepas dari keterbelengguan duniawai sebagaimana esensi ajaran tauhid, bahwa hanya kepada Allah-lah kita bergantung.Allahu a’lam.(Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...