Jumat, 25 November 2011 By: sanggar bunga padi

Tahun Yang Segera Berganti

Tidak ada nabi yang diterima di negerinya sendiri. Begitulah yang terjadi dalam sejarah. Para nabi dan rasul yang dipilih oleh Allah Swt dan diutus untuk suatu kaum, suku atau bangsa pasti menghadapi tantangan yang keras dari kalangan sekitarnya. Perjuangan yang keras menjadi jalan jihad para nabi dan rasul itu untuk melaksanakan risalah ilahiah yang mereka terima.

Kondisi itu wajar karena Allah Swt mengutus satu nabi atau rasul untuk suatu kaum yang di sana terjadi ketidakadilan, kekacauan moral atau kerusakan spiritual. Dalam kondisi demikian acapkali muncul dominasi dari kaum tertentu, kelompok tertentu dalam kurun waktu yang cukup panjang sehingga rakyat jelata tidak mampu bergerak. Raja-raja yang lalim, tokoh-tokoh suku yang bersekutu untuk menindas rakyat miskin bercokol menguasai hampir seluruh aspek kehidupan suku tersebut. Di situlah kemudian nabi atau rasul dipilih oleh Allah Swt untuk mengadakan pembebasan, pencerahan dan perbaikan spiritual dengan landasan agama yang benar.

Maka adalah masuk akal jika kemudian muncul perlawanan yang sengit dari kelompok-kelompok masyarakat yang sudah sangat mapan itu. Permusuhan dari para raja lalim yang telah menghisap darah rakyatnnya sendiri. Bahkan juga dari rakyat sendiri, yang telah berputus asa dan tidak mampu melihat kemungkinan yang lebih baik yang dibawa para rasul itu.

Menghadapi perlawanan yang sengit, sebahagian nabi dan rasul --- atas petunjuk Allah --- melakukan hijrah, perpindahan tempat dari domisili asalnya ke tempat yang lain. Perpindahan tempat secara fisik juga merupakan bahagian dari suatu strategi besar untuk dapat menata masyarakat yang lebih baik di masa depan sesuai tuntunan agama.

Begitulah pula yang dialami Nabi Muhammad Saw. Perlawanan sangat sengit beliau hadapi bukan dari raja di kaumnya, tapi dari tokoh-tokoh suku Quraisy yang ada di Makkah. Bahkan sebagian tokoh-tokoh itu adalah dari keluarganya sendiri, paman-pamannya. Para paman itu memusuhi Muhammad yang dipilih sebagai nabi antara lain karena mendatangkan ancaman yang serius bagi kedudukan mereka. Disamping pengingkaran atas sesembahan-sesembahan yang telah mereka jalani waktu itu.

Nabi Muhammad Saw harus melakukan hijrah, atas petunjuk Allah Swt, untuk menyelamatkan kaum muslimin dari intimidasi yang terus-menerus dilancarkan kaum kafir Quraisy. Juga untuk melihat secara nyata, seperti apa kualitas pengikutnya yang awal itu dan seberapa besar kuantitasnya. Berpijak dari sinilah kemudian ditata masyarakat yang lebih baik, lebih beradab dalam tuntunan agama Islam.

Tak berapa lama lagi kita akan diingatkan oleh perjuangan berat Nabi Muhammad Saw dan peristiwa hijrah yang beliau alami itu. Saat ini pun kita berada pada suatu masa dimana moralitas dan spiritualitas manusia menghadapi tantangan yang sangat keras. Kerusakan di sana-sini menjadi sorotan, baik yang timbul akibat ulah manusia atau karena alam semesta. Seperti kerusakan akibat korupsi dan bencana alam yang banyak menalan korban jiwa.

Dewasa ini serangan sekularisme yang membawa serta paham hedonisme gencar menghantam kehidupan umat manusia, tak terkecuali kaum Muslim di Indonesia. Sekularisme pada intinya ingin memisahkan kehidupan duniawi dengan yang ukhrawi. Yakni bahwa kehidupan dunia ini cukup diurus dengan hukum-hukum positif dan tidak perlu dimasukkan agama. Jika paham dan sikap yang demikian merasuk ke masyarakat Muslim, maka akhirnya gairah perjuangan menegakkan agama akan melemah. Pemahaman dan pengamalan ajaran agama akan diabaikan.

Di negeri yang mengalami krisis kepercayaan dan keteladanan diperlukan hadirnya tokoh-tokoh terpilih yang relatif bersih dan berwibawa. Jikapun tidak ada secara perorangan, dimungkinkan secara kelompok. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, yang dengannya moralitas dan hukum ditegakkan. Dan tak perlu heran, jika kehadiran KPK ini pada akhirnya juga menimbulkan perlawanan dari anasir yang merasa terusik atau terancam. Inilah konsekuensi orang atau kelompok orang yang meneladani perjuangan para nabi, menegakkan kebenaran di atas kebatilan.

Momentum peringatan tahun baru hijriyah 1433, sangat baik dipakai sebagai wahana introspeksi bersama atas kondisi negeri kita dewasa ini. Kita semua mungkin harus juga berhijrah, secara fisik ataukah non-fisik. Kita berpindah dari hal-hal buruk yang terus menghantui lingkungan menuju perbaikan peradaban yang lebih maju dan sejahtera di masa datang. Dari tempat kita hijrah, kita memandang segala peluang yang mungkin kita manfaatkan untuk mengisi hidup lebih bermakna. Tidak sekadar secara duniawi tapi yang lebih penting adalah secara ruhani. Dengan demikian semoga negeri kita segera menjadi lebih baik, dimana ditandai dengan datangnya yang benar (haq) dan hancurnya kejahatan. Tapi bilakah? Allahu a’lam.(Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...