Jumat, 04 Februari 2011 By: sanggar bunga padi

“Membeli” Tetangga

Selalu disebutkan bahwa kebutuhan pokok setiap orang paling tidak ada tiga: sandang, pangan dan papan. Sandang adalah pakaian atau satu setel baju dan celana, atau yang sejenis dengan itu, tergantung tingkat kemajuan peradaban orang itu dan kondisi geografis tempat ia tinggal. Kemudian pangan yakni makanan untuk memenuhi hajat hidupnya sebagi manusia. Seseorang secara normal tidak dapat bertahan hidup cukup lama tanpa memasukkan makanan atau minuman dalam perutnya. Kedua hal ini, antara sandang dan pangan acapkali dipertentangkan, mana yang lebih dahulu.

Sandang dulu ataukah pangan dahulu. Orang mungkin bisa bertahan hidup tanpa sandang asal ada yang dimakan. Jika ukurannya adalah kebutuhan paling dasar, pangan memang lebih penting. Tapi seiring kesadaran peradaban manusia, pakaian juga menjadi sangat penting. Kiranya hal ini hanya soal kenyamanan penyebutan saja. Kita lebih mudah dan sudah sangat terbiasa menyebutnya sebagai sandang, pangan dan papan ketimbang pangan, sandang dan papan.

Akan halnya papan, tempat tinggal atau rumah, ia juga menjadi kebutuhan mendasar manusia untuk dapat memenuhinya. Bahkan di masyarakat yang masih ”primitif” pun, kebutuhan akan rumah sudah dipikirkan. Rumah dibutuhkan pertama-tama untuk melindungi diri dari cuaca Bumi. Orang tidak mungkin selalu tidur hanya beralas Bumi beratap langit. Kemudian rumah adalah juga tempat beraktivitas dan sebagai ruang privasi, yang membatasi ruang bagi orang yang satu dengan orang yang lainnya. Selanjutnya dalam kemapanan hidup, rumah juga menampilkan eksistensi penghuninya. Orang yang tidak punya rumah seringkali belum dianggap sebagai seseorang. Seseorang yang masih mengontrak rumah seringkali agak malu bila ditanya dimana tinggalnya.

Karena setiap keluarga membutuhkan rumah tak heran jika pertumbuhan rumah di seluruh negeri di dunia sangat pesat. Jika tak ada lagi lahan luas yang bisa dijadikan kawasan perumahan maka rumah-rumah dibangun menjulang ke atas, menjadi menara apartemen atau kondominium.

Tatkala seseorang ingin membeli rumah atau membeli tanah untuk dibangun rumah tinggal banyak pertimbangan yang dipikirkan. Dahulu yang dipikirkan adalah mencari lahan yang luas (sekarangpun kalau bisa seperti ini) tapi kemudian orang bepikir akan harganya. Lalu orang juga berpikir, punya rumah luas tapi jauh dari tempat kerja, mungkin tidak efisien. Untuk kepentingan yang terakhir inilah kemudian muncul rumah-rumah kecil, rumah-rumah minimalis di kawasan tertentu yang dekat-dekat dengan lingkungan perkantoran, lingkungan belanja atau lingkungan sekolahan. Dan dalam kondisi demikian pertimbangan harga dan kondisi rumah menjadi lebih utama ketimbang pertimbangan siapa-siapa saja yang akan menjadi tetangga kita nantinya?

Inilah yang sering menjadi masalah di lingkungan permukiman yang baru. Kita tidak bisa menentukan atau melihat-lihat siapa tetangga kita. Sebab terkadang kita adalah orang pertama yang tinggal di tempat itu. Atau kita orang ke sekian dari suatu kompleks perumahan yang penghuninya masih sedikit sehingga tetangga masih agak berjauhan. Padahal sungguh, lingkungan tetangga kita itu akan juga ikut menentukan dan mewarnai kehidupan kita sehari-hari nantinya.

Ali bin Abi Thalib pernah menyatakan, ”Pilihlah tetangga sebelum memilih rumah. Pilihlah kawan perjalanan sebelum memilih jalan dan siapkan bekal sebelum berangkat.” Pilihlah tetangga berarti kita sebisanya melihat calon tetangga atau lingkungannya terlebih dahulu sebelum kita menentukan membeli rumah di suatu tempat. Memilih kawan perjalanan sebelum memilih jalan berarti kita harus berhati-hati siapa kawan dekat kita, pendamping kita karena ia akan punya pengaruh pada jalan hidup kita dan mempersiapkan bekal sebelum berangkat, sebelum bepergian agar kita tidak sengsara di jalan, tidak tersesat di jalan. Bahkan dalam hadis riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda, ”Seseorang itu sejalan dengan agama (perangai) kawan akrabnya, maka hendaklah kamu berhati-hati dalam memilih kawan pendamping.”

Jadi, lingkungan adalah sangat penting. Lingkunganlah yang sering kali lebih membentuk kita ketimbang orang tua atau bahkan diri kita sendiri. Dalam psikologi dikenal istilah adanya label sosial, yang seringkali sangat berpengaruh dalam membentuk karakter pribadi seseorang. Seseorang yang mulanya baik, keturunan keluarga baik-baik, dapat saja menjadi jahat jika di luar pengetahuan keluarganya ia bergaul dengan para penjahat. Maka setiap orang harus waspada, dengan siapa ia bergaul. Siapakah kawan akrab kita, kawan akrab anak kita, kawan akrab saudara kita.

Memiliki rumah yang bagus adalah dambaan setiap orang, setiap keluarga. Tapi memiliki tetangga yang bagus jauh lebih penting ketimbang memiliki rumah itu sendiri. Kita dapat memilih dimana kita akan tinggal dengan meneliti lingkungan tetangga kita. Jika pun itu tidak bisa kita lakukan, maka pada saat kita telah tinggal, kita coba untuk menciptakan tetangga-tetangga yang baik bagi lingkungan kita. Alhamdulillah pada saat ini telah mulai banyak pengembang (developer) perumahan yang mencoba menciptakan lingkungan yang Islami. Bukan hanya sekadar dengan memberi nama-nama bloknya dengan nama-nama Islam atau nama-nama tempat seperti di sekitar Tanah Suci Makkah dan Madinah, tapi benar-benar ingin menciptakan lingkungan yang sehat jasmani dan ruhani bagi para calon penghuninya.

Inilah yang patut kita puji bahwa berdomisili itu tidak sekadar membeli rumah tetapi juga ”membeli” lingkungan sekitarnya. Dan setiap kita tentu ingin membeli sesuatu yang terbaik. Allahu a’lam.(Zainul Arifin)

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...